MetodeTafsir tahlili memiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, ciri-ciri tersebut adalah : 1. Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat An-Nas. METODOLOGI TAFSIR BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Allah berfirman dalam ayatnya كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ [ص 29] “ Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” Shad 3829. أفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا [محمد 24] “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” Muhammad 47 21 Pada ayat yang pertama di atas, Allah menjelaskan bahwa hikmah diturunkannya al-Qur’an adalah agar supaya manusia mentadaburi ayat-ayat yang ada di dalamnya. Sedangkan pada ayat yang kedua, Allah mencela orang-orang yang tidak mau mentadaburi al-Qur’an. Sedangkan seseorang tidak dapat mentadaburi al-Qur’an tanpa mengetahui maksud-maksud dari lafadz-lafadz al-Qur’an. Dari hal itu, jelaslah bahwa penafsiran al-qur’an amatlah penting bagi kita. Untuk itu, kami akan memaparkan tafsir al-qur’an yang nantinya terbagi dalam beberapa metode penafsiran yang mana metode-metode tersebutlah yang digunakan penafsir untuk mengarahkan penafsiran yang dilakukannya. Hal ini diperlukan supaya penafsiran yang dilakukan agar lebih terarah, sistematis dan tidak menyimpang dari tujuan awalnya atau bahkan seorang penafsir melakukan penafsiran yang menyesatkan banyak manusia. Karena itulah metode penafsiran harus dimiliki seorang penafsir. Rumusan Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang yang kami uraikan di atas, maka dapat kami nyatakan, bagaimana metodologi tafsir al-qur’an. Dari pernyataan diatas maka, rumusan masalah dapat kami uraikan sebagai berikut tentang metodologi tafsir al-qur’an penafsiran al-qur’an Tujuan Tujuan penulisan makalah ini sebagai tugas untuk mata kuliah Metodologi Study Islam Untuk menambah wawasan khasanah keislaman kita, terutama dalam metode penafsiran al-qur’an yang sangat urgent bagi kehidupan kita. Untuk mengetahui macam-macam metode penafsiran al-qur’an. BAB II PEMBAHASAN METODOLOGI TAFSIR Metodologi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, methodology, yang pada dasarnya berasal dari bahasa Latin methodus dan logia yang kemudian diserap oleh bahasa Yunani menjadi methodos yang berarti cara atau jalan dan logos yang berarti kata atau pembicaraan. Dengan demikian, metodologi merupakan wacana tentang cara melakukan sesuatu. Dalam bahasa Arab, metodologi diterjemahkan dengan manhaaj atau minhaaj al-Maidah 5 48 yang berarti jalan terang. Adapun dalam bentuk bahasa Indonesia, metodologi diartikan dengan “ilmu atau uraian tentang metode”. Sedangkan metode sendiri berarti “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan”. Menurut Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, dalam pengertian luas, metodologi merujuk pada arti proses, prinsip dan prosedur yang diikuti dalam mendekati persoalan dan menemukan jawabannya. Tafsir secara bahasa,berasal dari kata bahasa arab, fassara-yufassiru-tafsiiran, yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu tafsir dapat pula berarti al-idlaah wa at-tabyin yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir adalah bentuk mashdar kata taf’il, yang diambil dari kata al fasr, yang berarti al-ibaanah menjelaskan, al-kasyfu menyingkap dan al-idzhaaru menampakkan al-ma’na al-ma’quul ma’na yang logis. Adapun pengertian tafsir sebagaimana dikemukakan pakar al-Quran, tampil dalam bentuk yang berbeda-beda, namun esensinya sama. Abu Hayyaan misalnya, mengatakan bahwa tafsir ialah Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz a-quran dan pengertian-pengertian yang ditujukan olehnya, hukum-hukumnya yang tunggal dan bergandeng dengan yang lain, ma’na-ma’na yang berkaitan dengan kondisi struktur kalimat dan hal lain yang menyempurnakannya. Sementara itu Al Imam Az Zarqani mengatakan, bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-qur’an baik dari segi pemahaman ma’na atau arti sesuai dikehendaki Allah ,menurut kadar kesanggupan manusia. Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah Al qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dengan cara mengambil penjelasan ma’nanya, hukum serta hikmah yang terkandung didalamnya. Adapun menurut istilah tafsir menurut al-Utsaimin adalah penjelasan makna-makna al-Qur’an. Dengan demikian, secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan metodologi tafsir adalah suatu prosedur sistematis yang diikuti dalam upaya memahami dan menjelaskan maksud kandungan al-Quran. PENAFSIRAN AL-QURAN Dalam penafsiran al-Quran, terdat 4 macam metode yang berkembang, yaitu tahlili, ijmal, muqarrin, dan maudhu’i. Masing-masing metode tersebut mempunyai kriteria tersendiri. Tahlili Analitis Kata tahlili adalah bentuk masdar dari kata hallala-yuhallilu-tahliilan, yang berasal dari kata halla-yahullu-halln yang berarti membuka sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang tertutup darinya. Dari sini dapat difahami bahwa arti kata tahlil berarti membuka sesuatu yang tertutup atau yang terikat dan mengikat sesuatu yang berserakan agar tidak terlepas atau tercecer. Sedang definisi penafsiran tahlili adalah metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-Quran dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya sehingga kegiatan mufassir hanya menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, makna lafal tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain, asbabun nuzul, nasikh mansukh, yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan. Sistematika metode analitis biasanya diawali dengan mengemukakan korelasi munasabah baik antar ayat maupun surat, menjelaskan latar belakang turunnya surat asbabun nuzul nya, menganalisis kosa kata dan lafadz dalam konteks bahasa Arab, menyajikan kandungan ayat secara global, menjelaskan hukum yang dapat dipetik dari ayat, lalu menerangkan ma’na dan tujuan syara’ yang terkandung dalam ayat. Untuk corak tafsir ilmu dan sosial kemasyarakatan, biasanya penulis memperkuat argumentasinya dengan mengutip pendapat para ilmuwan dan teori ilmiah kontemporer. Para ulama’membagi wujud tafsir dengan metode tahlili kepada 7 macam tafsir, yaitu at-Tafsir bi al-Ma’tsuur, at-Tafsir bi ar-Ra’yi, at-Tafsir ash-Shuufiy, at-Tafsir al-Fiqhiy, at-Tafsir al-Falsafiy, at-Tafsir al-Ilmiy, dan at-Tafsir al-Adabiy al-Ijtimaa’iy. Ada juga yang membagi dari segi praktiknya menjadi dua bentuk, yaitu Ma’tsûr dan Ra’yi, sedangkan penyajian karya tafsirnya meliputi bahasa, hukum, ilmu pengetahuan, mistik, filsafat dan sastra sosial kemasyarakatan. Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Tahlili Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini dengan bentuk ma’tsur adalah a Tafsir al-Quran al-Azhim, karya Ibn Katsir. b Tafsir al-Munir, karya Syaikh Nawawiy al-Bantaniy. c Jami’ al-Bayan an Ta’wil al-Qur’an al-Karim Tafsir al-Thabari, karya Ibn Jarir al-Thabari. d Ma’alim al-Tanzil, karya al-Baghawi. e Al- Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur, karya al-Suyuthi Adapun tafsir tahlili yang mengambil bentuk ra’yi, antara lain a Tafsir al-Khazin, karya al-Khazin b Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, karya al-Baydhawi. c Al-Kasysyaf, karya al-Zamakhsyari. d Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an, karya al-Syirazi. e Al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, karya al-Fakhr al-Razi. f Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, karya Thanthawi Jauhari. g Tafsir al-Manar, karya Muhammad Rasyid Ridha, dan lain-lain Langkah-langkah Metode Penafsiran Tahlili Dalam menggunakan metode penafsiran tahlili, terdapat langkah-langkah penafsiran yang pada umumnya digunakan, yaitu 1. Menerangkan makki dan madani di awal surat asbabun nuzul jika ada arti mufrodat kosa kata, termasuk di dalamnya kajian bahasa yang mencakup dan balaghah Menerangkan unsur-unsur fasahah,bayan,dan I’jaz-nya Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya 5..Menjelaskan hukum yang dapat digali dari ayat yang dibahas. Ciri-ciri Metode Penafsiran Tahlili Diantara cirri-ciri dari tafsir yang menggunakan tahlili adalah sebagai berikut menafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan sesuai dengan urutannya dalam mushaf Seorang mufassir berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik dari segi I’rab, asbabun nuzul dan yang lainnya. Dalam penafsirannya, seorang mufassir menafsirkan ayat-ayat baik melalui pendekatan bil-ma’sur maupun bir ra’yi. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tahlili a Kelebihan Metode Tahlili Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf. bMudah mengetahui relevansi/munasabah antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya cMemungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat, meskipun inti penafsiran ayat yang satu merupakan pengulangan dari ayat yang lain, jika ayat-ayat yang ditafsirkan sama atau hampir sama dMengandung banyak aspek pengetahuan, meliputi hukum, sejarah, sains, dan lain-lain b Kekurangan Metode Tafsir Tahlili pandangan-pandangan yang parsial dan kontradiktif dalam kehidupan umat Islam subjektivitas tidak mudah dihindari misalnya adanya ayat yang ditafsirkan dalam rangka membenarkan pendapatnya Terkesan adanya penafsiran berulang-ulang, terutama terhadap ayat-ayat yang mempunyai tema yang sama pemikiran israiliyyat 2. Metode Ijmali Global Yaitu, metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud al-Qur’an secara global, tidak terperinci seperti tafsir tahlili. Para pakar menganggap bahwa metode ini merupakan metode yang pertama kali hadir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir, karena didasarkan pada kenyataan bahwa era awal-awal Islam, metode ini yang dipakai dalam memahami dan menafsirkan al-Quran. Realitas sejarah bahwa dahulu para sahabat adalah mayoritas orang Arab yang ahli bahasa Arab dan mengetahui dengan baik latar belakang asbabun nuzul-nya ayat, bahkan menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi dan kondisi umat Islam ketika ayat-ayat al-Quran turun. Hal ini dapat menyuburkan persemaian metode global karena sahabat tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi, tetapi cukup dengan isyarat dan uraian sederhana. Dengan metode ini, langkah awal yang dilakukan para mufassir adalah membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang ada pada mushaf, lalu mengemukakan arti yang dimaksud ayat-ayat tersebut dengan global. Ma’na yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat atau menurut pola-pola yang diakui jumhur ulama’ dan mudah difaham semua bahasa, diupayakan lafadznya mirip bahkan sama dengan lafadz yang digunakan al-Quran sehingga pembaca bisa merasakan bahwa uraian tafsirnya tidak jauh berbeda dari gaya bahasa al-Quran dan terkesan bahwa hal itu benar-benar mempresentasikan pesan al-Quran. Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Ijmali a Tafsir al-Jalalayn, karya Jalal ad-Din as-Suyuthi dan Jalal ad-Din al-Mahalli. b Shafwah al-Bayan Lima’ani al-Qurân, karya Syeikh Hasanain Muhammad Makhluf. c Tafsîr al-Quran al-Azhim, karya Ustadz Muhammad Farid Wajdiy. d Tafsir al-Wasith, karya Tim Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah Lembaga Penelitian Islam al-Azhar Mesir. e Taj al-Tafasir, karya Muhammad Utsman al-Mirghani. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmaliy a Kelebihan Metode Tafsir Ijmaliy Praktis, simplistis dan mudah dipahami Bebas dari penafsiran israiliyat Akrab dengan bahasa al-Quran b Kekurangan Metode Tafsir Ijmaliy Menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial dan tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai CTidak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al-Quran dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual dan problematika dMenimbulkan ketidakpuasan pakar al-Quran dan memicu mereka untuk menemukan metode lain yang dipandang lebih baik dari metode global 3. Metode Muqarrin Perbandingan Yaitu, metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsur yang benar diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan unsur-unsur yang berbeda itu. Tafsir muqarrin dilakukan dengan membandingkan ayat satu dengan ayat yang lain, yaitu dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbeda atau lebih, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk kasus yang sama, atau yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadis yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al qur’an. Jadi dilihat dari pengertian tersebut dapat dikelompokkan 3 objek kajian tafsir, yaitu membandingkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lain, membandingkan ayat dengan hadits Nabi SAW yang terkesan bertentangan, dan membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir baik ulama salaf maupun ulama khalaf. Dari definisi yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode muqarrin adalah teks ayat-ayat al-qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus yang sama. ayat-ayat al-qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat bertentangan. Membandingkna berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan. Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Muqarrin a Durrah at-Tanzîl wa Ghurrah at-Tanwil, karya al-Iskafi yang terbatas pada perbandingan antara ayat dengan ayat. b al-Jami’ li Ahkam al-Quran, karya al-Qurthubiy yang membandingkan penafsiran para mufassir. c Rawa’i al-Bayan fî Tafsir Ayat al-Ahkam, karya Ali ash-Shabuniy . d Qur’an and its Interpreters salah satu karya tafsir yang lahir di zaman modern ini, karya Profesor Mahmud Ayyoub. Kelebihan dan kekurangan tafsir muqarrin a Kelebihan Metode Tafsir Muqarrin pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain Amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat mufassir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta pendapat-pendapat para mufassir yang lain ketelitian al-Quran bahwa tidak ada ayat-ayat al-Quran yang kontradiktif ma’na ayat Tidak menggugurkan suatu hadits hadits yang berkualitas shahih b Kekurangan Metode Tafsir Muqarrin yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan kepada para pemula muqarrin kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. hal itu disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah muqarrin terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah di berikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru. Sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif 4. Metode Maudhu’i Tematik Yaitu, metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara memilih topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam al-Quran yang berhubungan dengan topik tersebut, lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan, kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu. Metode ini diperkenalkan pertama kalinya oleh Syekh Mahmud Syaltut 1960 M ketika menyusun tafsirnya, Tafsir Al-Qur’anul Karim. Sebagai penerapan ide yang dikemukakan oleh asy-Syatibi, ia berpendapat bahwa setiap dalam surat walaupun masalah yang dikemukakan berbeda-beda namun ada satu tema yang sentral yang mengikat dan menghubungkan masalah-masalah yang berbeda tersebut. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumi. Ketua Jurusan Tafsir pada fakultas Usuluddin Universitas AL-Azhar sampai tahun 1981. Berikutnya Al-Farmawi menyusun sebuah buku yang memuat langkah-langkah tafsir maudhu’I yang diberi judul al-bidayah wan nihayah fi tasir al-maudhu’i. Adapun prosedur penafsiran al-Quran dengan metode tematik dapat dirinci sebagai berikut bahasan al-Quran yang akan diteliti secara tematik dan mengoleksi ayat-ayat sesuai topic yang diangkat ayat-ayat tersebut secara kronologis sebab turunnya, mendahulukan ayat Makiyyah dan Madaniyyah, disertai pengetahuan tentang latar belakang turunnya ayat. korelasi munasabah ayat-ayat tersebut tema bahsan dalam kerangka yang sistematis Melengkapi bahsan dengan hadits-hadits terkait ayat-ayat itu secara tematik dan komprehensif dengan cara mengoleksi ayat-ayat yang memuat ma’na yang sama, mengkompromikan pengertian yang umum dan khusus, muthlaq dan muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang tampak kontradiktif, menjelaskan nasikh dan mansukh sehingga semuanya memadu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Maudhu’i a Al-Mar’ah fi al-Quran dan Al-Insan fii al-Quran al-Kariim, karya Abbas Mahmud al-Aqqad b Ar-Ribaa fii al-Quran al-Kariim, karya Abu al-A’la al-Maududiy c Rawa’i al-Bayan fii Tafsir Ayat al-Ahkam, karya Ali ash-Shabuniy d Al-Washaayaa al-Asyr, karya Syaikh Mahmud Syalthut e Tema-tema Pokok al-Quran, karya Fazlur Rahman f Wawasan al-Quran Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, karya M. Quraish Shihab Kelebihan dan Kekurangan Metode Maudhu’i a Kelebihan Metode Tafsir Maudhu’i pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan hidup praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-quran hanya mengandung teori-teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah dan berkembang, menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-Quran terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu juga merupakan jalan terbaik dalam merasakan fashahah dan balaghah al-Quran. untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam dan lebih terbuka tuntas dalam membahas masalah b Kekurangan Metode Tafsir Maudhu’i melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah satu aspek yang menjadi topik pembahasan saja BAB III PENUTUP Demikian makalah yang sudah kami uraikan dapat disimpulkan penafsiran dalam al-qur’an itu memiliki banyak metode, yang mana metode itu dikenal dengan ijmaliy, maudhu’I, tahliliy dan muqarin. Dan masing-masing dari metode tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan. Mempelajari, memahami al-qur’an adalah yang wajib dan urgent bagi diri kita maupun kehidupan kita. Selama penafsiran itu benar, tidak sesat, maka kita boleh mengajarkan dan mengamalkannya. Dalam mempelajari ilmu tafsir pun, kita juga harus memperhatikan mufassirnya agar kita tidak terjatuh dalam kesesatan. Dan awal dari tonggak kita dalam mempelajari tafsir adalah bahasa arab. Kemampuan bahasa arab inilah yang akan menghantar kita dalam mempelajari kitab-kitab tasfsir secara lebih dalam. Mengingat al-qur’an, as-sunnah dan bahkan kitab-kitab tafsir dari para ulama salaf maupun kholaf, semuanya menggunakan bahasa arab. Akhir kata kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya. Maaf kata, bila dalam penulisan ada banyak kekurangan. Besar harapannya saran dan kritik dari pembaca semua. DAFTAR PUSTAKA Metodologi Tafsir al-Quran Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, Syukri Saleh,MA, penerbitSulthan Thaha Press, Februari 2007 Metodologi Penafsiran al-Quran, Baidan, penerbitPustaka Pelajar Anggota IKAPI, November 1998, Agustus 2000 Manna Al-Qattan, Al-Mabaahist fi al-Umulumil Qur’an, Beirut
Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia. Quran; Doa; Cerita Hikmah; Tilawah Per Ayat; Mushaf Madina; Fatwa DSN; Kerja Sama; Donasi; Paling Sering Dicari. 1 Hadis+at+taubah+ayat+105 2 dalil+kitab+injil 3 Dunia ini ujian 4 ibrahim ayat 7 5 dalil+kitab+zabur 6 Dasar hukum kitab taurat 7 ali imran 159 8 QS.
loading...Tuan Guru Miftah el-Banjary, pakar ilmu linguistik Arab asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist Tuan Guru Miftah el-BanjaryPakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,Pensyarah Kitab Dalail KhairatMetodologi Tafsir Al-Qur'an dibagi menjadi empat macam, yaitu metode Tahlili, metode Ijmali, metode Muqarin, dan metode Maudhu'i. Pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan arti tafsir Al-Qur'an bahasa Arab القرآن تفسير yaitu ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin pemberi penjelasan. Kemudian menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya. Baca Juga Berikut penjelasan empat metodologi Tafsir Al-Qur'an1. Metode Tahlili AnalitikMetode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini dsebut sebagai metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat Al-Qur'an sebagaimana tercantum dalam Al-Qur' ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosakata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukjizatan Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkangagasan yang beraneka ragam dan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoretis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu "mengikat" generasi Metode Ijmali GlobalMetode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara Metode MuqarinTafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari objek yang diperbandingkan Metode Maudhu'i TematikTafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu tema dalam Al-Qur'an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut. Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebabsebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubunganhubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum Tafsir Al-Qur'anSetiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme dari ahli tafsir itu sendiri sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak. Abdullah Darraz mengatakan dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut"Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat."Di antara berbagai corak itu antara lain adalahCorak Sastra Bahasa Munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur'an di bidang Filsafat dan Teologi Corak ini muncul karena adanya penerjemahan kitab-kitab filsafat yang memengaruhi beberapa pihak serta masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang pada akhirnya menimbulkan pendapat yang dikemukakan dalam tafsir Penafsiran Ilmiah Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka muncul usaha-usaha penafsiran al-Qur'an sejalan dengan perkembangan ilmu yang Fikih Akibat perkembangan ilmu fiqih dan terbentuknya madzhabmahzab fikih maka masing-masing golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat Tasawuf Akibat munculnya gerakan-gerakan sufi maka muncul pula tafsir-tafsir yang dilakukan oleh para sufi yang bercorak Sastra Budaya Kemasyarakatan Corak ini dimulai pada masa Syaikh Muhammad Abduh yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, usahausaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan enak didengar. Baca Juga rhs
Orangorang munafik itu mempunyai ciri lahir dan ciri batin.Sedang yang kedua, ciri batin, tampak pada sedikitnya berzikir kepada Allah. tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 42 yang batil) yang kamu ada-adakan (dan) jangan pula (kalian sembunyikan yang hak itu) berupa sifat dan ciri - ciri

Agaknya tidak berlebihan jika dikemukakan bahwa diantara cabang ilmu yang sangat penting dari rumpun-rumpun ilmu Alquran adalah ilmu Tafsir. Hal ini bukan karena semata-mata lebih tua dariu cabang-cabang ilmu-ilmu Alquran lainnya, akan tetapi lebih kepada peranannya yang sangat penting dalam menggali dan memahami ayat-ayat Alquran. Dalam perjalanan waktu yang sangat panjang, sejak turunnya Alquran kepada nabi Muhammad Saw., ilmu Tafsir terus berkembang dan terdapat banyak kitab-kitab tafsir dengan corak yang beraneka ragam. Para ulama tafsir belakangan memilah-milih kitab teresbut berdasarkan metode penafsirannya, baik ijmali, tahlili, maudhu’I dan muqaran.[1] Yang paling populer dari antara corak atau metode penafsiran tersebut adalah metode tahlili dan maudhu’i. Penafsiran dengan metode tahlili yang oleh Baqir dinamai sebagai metode Tajzi’i[2] adalah sebuah metode tafsir dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat demi ayat atau surah demi surah sebagaimana tersebut dalam mushaf. Untuk lebih jelasnya, makalah ini akan membahas beberapa kajian yang terkait dengan tafsir tahlili tersebut, baik defenisi, keistimewaannya dan sebagainya. BAB II PEMBAHASAN Makalah Tafsir Tahlili A. Pengertian Tafsir Tahliliy Kata “tahlili” berasal dari bahasa Arab yakni “hallala-yuhallilu” yang berarti menguraikan atau menganalisa jadi Tafsir Tahlili analitis atau yang juga disebut dengan tafsir tajzi’i merupakan suatu metode yang bermaksud menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Alqur'an dari seluruh sisinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh baik dengan corak ma’tsur maupun ra’yi. Unsur-unsur yang dipertimbangkan adalah asbabun nuzul, munasabah ayat dan juga makna harfiyah setiap kata.[3] Seorang mufassir tersebut bermaksud menjelaskan ayat-ayat Al Qur'an secara terperinci dan jelas. Metode tafsir ini dilakukan sesuai dengan susunan ayat demi ayat atau surat demi surat sebagaimana termaktub dalam mushaf Usmaniy. Tujuan utama metode tafsir ini adalah untuk mengungkapkan maksud-maksud dari ayat tersebut dan tunjukannya. Seorang mufassir akan memaparkan lafaz dari segi bahasa Arab, penggunaannya, kesesuaian ayat dengan ayat serta tempat dan juga sebab turunnya ayat tersebut jika memang ada. Mufassir akan menguraikan fasahah, bayan, i’jaz dan maksud syariat dibelakang nas dan sebagainya. dalam menafsirkan ayat demi ayat, seorang mufassir sering mengutip ayat Al Qur'an, hadist Rasulullah SAW, serta perkataan sahabat dan para tabiin.[4] Melihat aspek-aspek yang dibahas dalam tafsir tahlili maka dapat dipahami bahwa penafsiran dengan metode ini sangat luas dan menyeluruh. Jika menginginkan pemahaman yang luas akan suatu ayat, maka tidak ada pilihan lain kecuali menafsirkannya dengan tafsir tahlili. B. Sejarah Perkembangan Tafsir Tahlili Pertumbuhan tafsir Alquran telah dimulai sejak dini, yaitu sejak zaman hidupnya Rasulullah. Beliau adalah manusia yang mempunyai otoritas tertinggi dalam menafsirkan Alquran. Karena salah satu tujuan pengutusan beliau adalah untuk menjelaskan Alquran bagi manusia. Setelah wafatnya Rasulullah, para sahabatpun mulai melakukan ijtihad, meski ijtihad dalam pengertian yang lebih terbatas telah lahir pada zaman Rasulullah, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan seperti Ali, Abdullah b. Abbas, Ubay b. Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud dan sebagainya. Disamping itu, beberapa tokoh sahabat yang disebutkan di atas juga mempunyai murid-murid dari golongan tabi’in, khususnya di kota-kota tempat mereka bertempat tinggal. Beberapa tokoh tafsir dari golongan tabi’in adalah Sa’id b. Zubair, Mujahid b. Jabr dan sebagainya. Penggunaan metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Dalam tulisannya, at-Thabari menganalisa ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk kepada Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber lainnya untuk menjelaskan ayat tersebut. Upaya penafsiran seperti ini kemudian banyak diikuti oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[5] Meskipun metode at-tahlili lama digunakan dalam kajian teks keagamaan dan filsafat, tetapi metode ini baru dibakukan sebagai salah satu metode ilmu pengetahun pada awal abad ke-20, saat kajian kebahasaan telah mengalami perkembangan yang cukup maju.[6] C. Kitab-Kitab Tafsir Yang Menggunakan Metode Tahlili Beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode ini diantaranya adalah 1. Tafsir Jami al Bayan fi Tafsir Al Qur'an al Karim oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at Thabariy 2. Tafsir Al Qur'an al Azhim oleh Ibnu Katsir 3. Tafsir Mafatih al Ghaib oleh Fakhru Raziy. 4. Tafsir al Jami’ li Ahkam Al Qur'an oleh Qurthubiy.[7] D. Langkah-Langkah Dalam Tafsir Tahlili Seperti yang dijelaskan di atas bahwa metode tafsir tahlili adalah tafsir yang berusaha untuk menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat ayat-ayat Alquran sebagaimana tercantum dalam mushaf. Dalam tafsir tahlili, seorang mufassir memulai dari ayat ke ayat, surah ke surah. Segala aspek yang dinilai penting oleh mufassir akan ditafsirkan, mulai dari kosa-kata, sebab turunnya, munasabahnya dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.[8] Ringkasnya metode penafsiran tahlili dapat diringkas sebagai berikut 1. Urutan-urutan ayat dan surat berdasarkan mushaf. 2. Menafsirkan kosa-kata pada ayat Alquran. 3. Menjelaskan munasabah korelasi antar ayat. 4. Menjelaskan latar historis turunnya ayat. 5. Menjelaskan dalil-dalil yang terkandung dalam ayat Setelah semua langkah tersebut sudah ditempuh, mufassir tahlili lalu menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran dan lalu memberikan penejelasan final dari semua penafsiran tersebut. E. Keistimewaan dan kelemahannya Dalam menganalisa tafsri tahlili, muncul beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan kegunaan metode penafasiran ini, diantaranya adalah apa keistimewaan dan kelemahan metode tafsir ini, dan bagaimana pula contohnya. Dalam bagian ini akan dibahas insya Allah mengenai keistimewaan dan juga kelemahan tafsir ini. Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, selalu saja memliki kelemahan dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan metode tahlili ini. Namun perlu disadari keistimewaan dan kelemahan yang dimaksud disini bukanlah suatu hal yang negatif, akan tetapi rujukan dalam ciri-ciri metode ini. Dalam tafsir tahlili ditemukan beberapa keistimewaan diantaranya adalah tafsir ini biasanya selalu memaparkan beberapa hadist ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga didalamnya terdapat beberapa analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan dalam. Keistimewaan lainnya adalah adanya potensi besar untuk memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran terhadap kosa-kata ayat. Potensi ini muncul dari luasnya sumber tafsir metode tahlili tersebut. Penafsiran kata dengan metode tahlili akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair kuno. Keistimewaan lainnya adalah luasnya bahasan penafsiran. Pada dasarnya, selain kedetilan, keluasan bahasan juga menjadi salah satu ciri khusus yang membedakan tafsir tahlili dengan tafsir ijmali. Seperti disebutkan di atas, bahwa salah satu keistimewaan tafsir tahlili dibandingkan dengan tafsir ijmali adalah kedetilannya dalam menguraikan sebuah ayat. Sebuah ayat yang tidak ditafsirkan oleh metode ijmali kadang kala membutuhkan ruang yang banyak bila ditafsirkan dengan metode tahlili. Disamping keistimewaan, juga ada kelemahan. Namun sekali lagi kelemahan disini bukanlah merupakan kelemahan yang mengharuskan kita tidak menggunakan atau mengabaikan tafsir ini. Akan tetapi hendaknya dalam menyikapi kelemahan ini, kita haru dapat memilah milih beberapa informasi dan wawasan yang dipaparkan dalam metode penafsiran ini. Salah satu kelemahan yang sering disebutkan adalah berkenaan dengan Israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai hadist lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi tersebut bisa dipakai dan sebaliknya. Demikian pula dengan hadist-hadist dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’i. Hukum dasar hadist da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if tersebut hanya bisa dipakai sebagai penguat apabila ada hadist yang lebih kuat menjelaskan senada dengan hadist da’if tersebut. Kelemahan lain tafsir tahlili adalah kesannya yang bertele-tele dan sistematis. Tapi apakah demikian adanya? Sepintas memang akan terlihat demikian karena tafsir tahlili membutuhkan wadah yang lebih banyak dan luas dibandingkan dengan tafsir ijmali. Pemakaian kata yang banyak tidak bisa dikatakan bertele-tele bila memang kajian tersebut membutuhkan wadah bahasa yang panjang untuk menguraikannya. Bertele-telenya sebuah penafsiran adalah dengan banyak kalimat-kalimat yang tidak berfungsi dengan baik dalam menguraikan ayat, seperti perulangan penjelasan, atau kiasan-kiasan yang tidak perlu. Kedetilan dan keluasan bahasan tafsir tahlili dalam menguraikan sebuah ayat tentu saja membutuhkan usaha yang lebih keras dan waktu yang lebih lama bagi seorang mufassir. Bagi beberapa golongan hal ini juga dianggap sebagai kelemahan dibandingkan dengan tafsir ijmali yang praktis dan sederhana.[9] Keistimewaan metode tafsir tahlili dapat dirangkum sebagai berikut 1. Sumber yang bervariasi. 2. Analisa mufassir. 3. Kekayaan arti kosa-kata dalam Alquran. 4. Luas. 5. Detil Sedangkan beberapa kelemahannya adalah Peluang untuk masuknya israiliyyat lebih besar. Peluang untuk masuknya informasi yang tidak penting lebih besar. Bertele-tele. Membutuhkan wadah, kata, waktu yang relatif lebih besar. BAB III PENUTUP Makalah Tafsir Tahlili Tafsir Tahlili analitis merupakan suatu metode yang bermaksud menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Alquran dari seluruh sisinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh baik dengan corak ma’tsur maupun ra’yi. Unsur-unsur yang dipertimbangkan adalah asbabun nuzul, munasabah ayat dan juga makna harfiyah setiap kata. Penggunaan metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Layaknya metode tafsir lainnya, metode tafsir tahlili mempunyai keistimewaan dan kekurangan. DAFTAR PUSTAKA Abd al Hayy al Farmawiy, Al Bidayah Fi al Tafsir al Maudhuiy; Dirasah Manhajiyah al Mauwdhu’iy, Metode Tafsir Maudhui, Terj Suryan A. Jamrah Jakarta Raja Grafindo Persada, 1996, Azra,Azyumardi Sejarah Ulumul Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999. Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al Qur'an 2, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001 Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Jakarta Raja Grapindo Persada, 2001. Shihab, Quraish, Membumikan Alquran. Bandung Mizan, 2002. Subhi Salih, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, trjmh Tim Pustaka Firdaus, cet kedelapan, Jakarta, Pustaka Firdaus, Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam 2, cet. IV. Jakarta Icthiar Baru Van Hoeve, 1999.

MAKALAHTAFSIR TAHLILI Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah "Study Al-Qur'an" Dosen pengampu : Dr. Ahmad Zainal Abidin, M.Ag Oleh M. Ivan Kanzul Fikri (17506164041) Fakultas : Pascasarjana Prodi : PAI Semester :IA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PASCASARJANA TULUNGAGUNG NOVEMBER 2016 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan limpahan
ArticlePDF Available AbstractTafsir tahlili method is one of the method used by classical mufassir until now in interpreting al-Qur'an verses. This method emerges because of the necessity to the detail explanation of the instruction in the Al-Qur'an. This is also because of the increasing number of moslems along with the times, not only from the Arab nations but also from non-Arabic. Mufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility of one verse with another verse munasabah al ayah, the cause of the descending verses, the meaning of verses globally, legal review contained, and additional explanation about qiroat, 'i'rab, and others. Keywords Tafsīr Taḥlīlī , Method of Interpreting, Taḥlīlī Metode tafsir taḥlīlī merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para mufassir klasik hingga kini dalam menjelaskan ayatayat al-Qur’an. Metode ini lahir karena kebutuhan terhadap penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci yang disebabkan kuantitas umat Islam yang semakin bertambah seiring perkembangan zaman, tidak hanya dari bangsa Arab saja tetapi juga non-Arab. Para mufassir dengan metode taḥlīlī menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dilihat dari berbagai aspeknya, seperti munāsabah ayat, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan lainnya. Keywords Tafsīr Taḥlīlī , Metode Tafsīr, Taḥlīlī Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 1TAFSIR TAHLILISEBUAH METODE PENAFSIRAN AL-QUR’ANRosalindaUniversitas Islam Negeri Sulthan aha Saifuddin JambiRosalinda2205 tahlili method is one of the method used by classical mufassir until now in interpreting al-Qur'an verses. is method emerges because of the necessity to the detail explanation of the instruction in the Al-Qur'an. is is also because of the increasing number of moslems along with the times, not only from the Arab nations but also from non-Arabic. Mufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility of one verse with another verse munasabah al ayah, the cause of the descending verses, the meaning of verses globally, legal review contained, and additional explanation about qiroat, 'i'rab, and Tafsīr Taḥlīlī , Method of Interpreting, Taḥlīlī Rosalinda2 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019AbstrakMetode tafsir taḥlīlī merupakan s alah satu metode yang digunakan oleh para mufassir klasik hingga kini dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini lahir karena kebutuhan terhadap penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci yang disebabkan kuantitas umat Islam yang semakin bertambah seiring perkembangan zaman, tidak hanya dari bangsa Arab saja tetapi juga non-Arab. Para mufassir dengan metode taḥlīlī menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dilihat dari berbagai aspeknya, seperti munāsabah ayat, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan Tafsīr Taḥlīlī , Metode Tafsīr, Taḥlīlī Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 3A. PENDAHULUANDalam perkembangan tafsir al-Qur’an dari dulu hingga kini, secara umum para mufassir menggunakan metode tafsir yang beragam yang diklasikasikan menjadi empat metode. Metode tafsir Ijmāli global, metode tafsir Taḥlīlī analisis, metode tafsir Maudhū’i tematik, dan metode tafsir Muqārin perbandingan.1 Metode-metode tafsir tersebut memiliki keistimewan masing masing meskipun tidak dipungkiri bahwa terdapat juga kelemahan, kendati demikian penggunaan metode-metode tafsir tersebut disesuaikan dengan tujuan yang ingin Metode ijmāli berupaya menyajikan makna global dari ayat-ayat suci al-Qur’an secara ringkas dan mudah dimengerti. Para mufassir umumnya menghimpun ayat demi ayat sesuai urutan dalam mushaf atau satu surat kemudian ditafsirkan pokok-pokok kandungan yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut secara Metode ini dianggap sebagai metode tafsir yang paling tua dibandingkan metode tafsir lainnya. Hal ini disebabkan karena mayoritas sahabat adalah orang Arab serta ahli bahasa Arab sehingga tidak kesulitan dalam memahami al-Qur’an, selain itu para sahabat mengetahui latar belakang turun ayat bahkan mereka ada yang menyaksikan secara langsung dan terlibat dalam situasi dan kondisi ketika ayat al-Quran turun. Bisa dikatakan bahwa para sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci dari nabi tetapi cukup dengan isyarat dan uraian Metode ini memiliki keunggulan dibandingkan metode tafsir yang lain karena dianggap simpel dan mudah dimengerti serta tidak mengandung israiliyat dan mendekati bahasa al-Qur’an namun metode ini dianggap tidak memberi celah untuk melakukan analisis yang cukup dan 1 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, Bandung CV Pustaka Setia, 2004, h. M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an, Jakarta Lentera Hati, 2013, h. 377. 3 Fariz Pari, “Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan” dalam Pengantar Kajian al-Qur’an, Kusmana dan Syamsuri ed, Jakarta Pustaka al-Husna Baru, 2004, h. 151. 4 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, Jakarta Gaung Persada Press, 2007, h. 48. Rosalinda4 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial. Kitab-kitab tafsir yang merepresentasikan metode tafsir ini diantaranya Tafsir al-Qur’an al-Karīm karya Muhammad Farid Wajdi dan al-Wasīț karya tim majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, Taisir al-Karīm ar-Rahmān  Tafsīr kalām al-Mannan karangan Abdurrahman as-Sa’dy. Selanjutnya metode taḥlīlī atau metode analisis adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dari segala Di antara faktor yang mendorong munculnya metode ini adalah ketidakpuasan terhadap metode ijmāli dalam menafsirkan ayat al-Qur’an karena dianggap tidak memberi ruang dalam mengemukakan analisis yang memadai. Selain itu seiring perkembangan zaman maka kuantitas umat Islam semakin berkembang tidak hanya yang berasal dari bangsa Arab namun juga dari non-Arab. Perubahan dalam wacana pemikiran Islam pun tidak dapat dihindari dimana peradaban yang beragam dan tradisi non-Islam ikut berbaur dalam khazanah intelektual Islam serta mempengaruhi kehidupan umat. Oleh karena itu para pakar al-Qur’an berupaya menghidangkan penafsiran ayat al-Qur’an yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang Jadi bisa disimpulkan munculnya tafsir tahlili karena kebutuhan umat Islam terhadap penjelasan yang rinci terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Di antara karya tafsir dengan menggunakan metode taḥlīlī adalah karangan Ibn jarir al-abari “Jami’ al-Bayān an Ta’wīl ayātil Qur’an” dan karangan al-Baghawi “Ma’alim al-Tanzīl”. Kemudian metode tafsir muqārin atau metode tafsir perbandingan adalah sebuah metode penafsiran yang bersifat perbandingan dengan menyajikan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh mufassirīn. Metode ini lahir karena kebutuhan untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an yang kelihatannya mirip namun mengandung pengertian yang berbeda. Begitu juga ada hadits yang secara lahiriah bertentangan 5 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū’iyyah, terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, 2002, h. Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 49. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 5dengan ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini memiliki keistimewaan diantaranya memberikan wawasan penafsiran yang lebih luas kepada para pembaca, toleransi terhadap perbedaan pendapat sehingga menghindari sikap ta’āsubiyah terhadap aliran tertentu, pendapat dan komentar terhadap suatu ayat menjadi lebih kaya, bagi mufassir akan termotivasi untuk mengkaji berbagai ayat, hadits serta pendapat mufassir lainnya, meskipun memiliki banyak keunggulan, metode ini juga memiliki kelemahan, di antaranya tidak sesuai jika dikaji oleh pemula karena pembahasannya teramat luas dan lebih dominan mengkaji penafsiran ulama terdahulu dibandingkan penafsiran Di antara kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini adalah karangan al-Iska “Durrat al-Tanzīl wa Ghurrat al-Ta’wīl dan al-Burhān  taujih Mutasyabah al-Qur’an karya al-Karmani. Selanjutnya metode tafsir maudhū’i atau tematik merupakan metode penafsiran al-Qur’an dengan menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama, kemudian menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turun ayat, kemudian mufassir menyajikan penjelasan dengan mengkaji seluruh aspek yang dapat digali agar mufassir dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna serta menarik Kelebihan metode tafsir ini pada kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman karena metode ini diformulasi untuk memecahkan persoalan dan disusun lebih sistematis sehingga lebih efesien waktu untuk dibaca dan tema-tema yang diangkat up to date sehingga menjadikan al-Qur’an tidak ketinggalan zaman dan menjadikan pemahaman lebih utuh. Kendati begitu, metode ini juga memiliki kekurangan dalam penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang sepotong-sepotong dapat menyebabkan kesan kurang etis terhadap ayat-ayat suci serta pembatasan pada tema-tema tertentu menjadikan pemahaman ayat Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah Mar’ah  al-Qur’an dan al-Insān karya Abbas Mahmud 7 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Jakarta Pustaka pelajar, 1998, h. Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 165-168. Rosalinda6 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019al-Aqqad, Washaya Surat al-Isra’ karangan Abd al-Hayy al-Farmawi. Dalam tulisan ini dibatasi pembahasannya pada salah satu metode dari keempat ragam metode tersebut yaitu metode tafsir taḥlīlī . B. METODE TAFSIR TAHLILI PENGERTIAN DAN SEJARAHNYASebelum menjelaskan secara lebih rinci mengenai metode tafsir taḥlīlī, penulis paparkan terlebih dahulu analisis terhadap beberapa term yang akan dibahas yaitu metode, tafsir dan taḥlīlī. Metode dalam bahasa Arab disebut manhaj jamaknya manāhij yang diterjemahkan dengan jalan yang nyata. Di dalam surat al-Ma’idah ayat 48 disebutkan “untuk tiap-tiap umat di antara kamu kami berikan aturan dan minhaj jalan yang terang. Sementara itu kata tafsīr merupakan bentuk taf ’īl dari kata al-fasr yang berarti al-bayān wa al-kasyf penjelasan dan penyingkapan. Tafsir adalah penjelasan tentang maksud rman Allah sesuai dengan kemampuan Menurut al-Zarkasyi tafsir merupakan suatu ilmu yang mengantarkan pada pemahaman terhadap kitab suci yang diturunkan pada nabi, penjelasan makna-maknanya, penggalian hukum-hukum dan hikmahnya..11 Sedangkan al-Zarqani mengatakan tafsir adalah suatu ilmu yang mengkaji al-Qur’an dari segi tanda-tanda yang mengantarkan pada maksud Allah sesuai dengan kemampuan Jadi metode tafsir yang dimaksud adalah cara langkah dan prosedur yang digunakan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat al-Qur’an. Dengan kata lain metode mengandung seperangkat kaidah dan aturan-aturan yang harus diperhatikan oleh para mufassir agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam 10 Muhammad Husain al-Dzahabi, al Tafsīr wa al-Mufassirūn, Mesir Dar al-Kutub al-Haditsah, 1976, Jilid. 1, cet. 2, h. Badr al-Din al Zarkasyi, al Burhān  ulūm al-Qur ’an Beir ut Dar al-Kutub al Ilmiyahh,2008, Jilid 1, h. Abd al Azhim al-Zarqani, Manāhil al-Irfān  ulum al-Qur’an, Mesir Mustafa al-Babi al-Habi, Jilid II, h. 6. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 7menafsirkan ayat al-Qur’ Sementara Taḥlīlī berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlil yang diterjemahkan dengan “mengurai, menganalisis”.14 Atau bisa juga berarti membuka sesuatu atau tidak menyimpang Atau tafsir taḥlīlī adalah salah satu metode tafsir yang sistematis karena kandungan al-Qur’an dijelaskan berdasarkan urutan ayat-ayat di dalam mushaf yang ditinjau dari berbagai aspeknya meliputi mufaradāt ayat, munāsabah ayat yaitu melihat hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan keistimewaan susunanan kata-kata pada ayat-ayat yang ditafsirkan serta diperkaya dengan pendapat imam Metode tafsir taḥlīlī disebut juga metode tajzi’iyah oleh Muhammad Baqir al-Shadr yang berarti “ tafsir yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian atau tafsir parsial”.18Metode taḥlīlī memliki ciri tersendiri dibandingkan dengan metode tafsir yang lain. Berikut ini beberapa ciri-ciri dari metode tafsir taḥlīlī Membahas segala sesuatu yang menyangkut satu ayat itu. Tafsir taḥlīlī terbagi sesuai dengan bahasan yang ditonjolkannya, seperti hukum, riwayat dan lain-lain. Pembahasannya disesuikan menurut urutan ayat. Titik beratnya adalah lafadznya. Menyebutkan munasābah ayat, sekaligus untuk menunjukkan wihdah al-Qur’an. Menggunakan asbab nuzul ayat. Mufasir beranjak ke ayat lain setelah ayat itu dianggap selesai meskipun masalahnya belum selesai, karena akan diselesaikan oleh ayat lain. Persoalan yang 13 Supiana dan arman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bnadung Pustaka Islamika, 2012, Kata tahlīl diterjemahkan dengan analysis, analyzation, sementara tahlili diterjemahkan analytic al. Lihat Rohi Baalbaki, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionar y, Beirut Dar el Ilm lil Malayin, 1995, h. Ahmad bin Faris bin Zakariya Abul Husein, Mu’jam Maqāyis al-Lugah, Juz 2, Beirut Dar al-Fikr, 1979, Muhammad bin Mukrim bin Manzur al Afriqy al Mishry Jamaluddin Abu Fadh, Lisān al-Arabi, Juz 11, Beirut Dar Sadir, 2010, M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 378. 18 Muhammad Baqir al-Shadr, al Tafsir al Maudhū’I wa al-Tafsīr al-Tajzii l Qur’anil karīm, Beirut Dar al Ta’aruf, h. 9. Rosalinda8 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dibahas karena itu metode taḥlīlī memiliki ciri khas dibandingkan metode tafsir yang lain yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili merupakan penafsiran yang bersifat luas dan menyeluruh komprehensif. Ciri yang paling dominan dari metode tafsir taḥlīlī ini tidak hanya pada penafsiran al-Qur’an dari awal mushaf sampai akhir, melainkan terletak pada pola pembahasan dan dilihat sejarah tafsir taḥlīlī telah mengalami beberapa fase perkembangannya. Pada fase Awal tafsir ini hanya terdiri dari tafsiran atas kata-kata yang ambigu, aneh dan sulit. Tafsir taḥlīlī terhadap kata-kata secara kebahasaan jarang sekali pada masa nabi karena tidak adanya kebutuhan masyarakat terhadap model tafsir seperti ini karena kemampuan bahasa mereka serta tidak bercampur dengan orang Ajam/non-Arab sehingga dikatakan bahwa pada era nabi belum ada tafsir secara Kemudian pada fase kedua terjadi perluasan penafsiran besar-besaran. Hal itu menjadi kebutuhan primer bagi orang-orang yang baru masuk Islam, di mana mereka tidak menyaksikan langsung turunnya wahyu sehingga mucul kebutuhan terhadap tafsir bahasa sedikit demi sedikit hingga Islam menyebar di timur dan Dalam perkembangan selanjutnya muncul tafsir tahlili setelah ilmu-ilmu keIslaman dibukukan. Dan muncul ilmu baru yang berkhidmat pada al-Qur’an al karim. Mulai analisa nash ayat al-Qur’an dengan bentuk yang lebih luas. Pada masa ini muncul kamus-kamus kebahasaan dan ilmu bahasa semakin berkembang seperti llmu nahwu, sharaf dan balaghah. Dengan demikian muncul penjelasan nash ayat al-Qur’an secara lebih luas dalam kerangka ilmu bahasa Arab yang bertujuan menjelaskan kata-kata yang asing/gharīb dalam al-Qur’an. Oleh karena itu ditulislah buku-buku yang menjelaskan makna kata dalam al-Qur’an secara khusus, 19 Rachmat Sya’I, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka SETIA, 2006, h. Zuailan, “Metode Tafsir Tahlili”, Diya al-Afkar, Juni Muhsin Abd al-Hamid, Tathawwur tafsīr al-Qur’an, Darul Kutub wa an-Nasyar, 1989, h. Musy ’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, al-Mu’tamar al’Ilmi as-Tsani likuliyyatil Ulumul Insaniyyah, 2013, h. 65. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 9misalnya kitab majāzul Qur’an yang ditulis oleh Abu Ubaidah H yang menafsirkan petunjuk kata al-Qur’an, menjelaskan qira’at-qira’at serta membahas gaya bahasa al-Qur’an dengan tafsir kebahasaan secara murni. Abu Ubaidah peletak pertama kajian balaghah al-Qur’an dari sisi tasybih, Kināyah, Taqdīm dan Selain itu muncul kitab ma’ānil Qur’an yang ditulis Abu Zakaria al-Fara’ yang kosentrasi pada lafaz dari segi I’rab dan derivasinya. Sementara Ma’ānil Qur’an karya Al-Akhfasy lebih fokus pada al-Aswāț al-Lughawiyah dan makhārijul Hurūf serta menjelaskan bentuk-bentuk qira’at yang beragam. Ia juga menjelaskan lafaz dan posisinya dalam kalam Arab secara bahasa, nahw, sharf dan Kemudian terjadi perkembangan dalam analisa istinbat/penetapan hukum qh yang selanjutnya mereka mulai mengkaji nash al-Qur’an dari aspek qh. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kitab Ahkāmul Qur’an karya Imam Sya’i H. Demikian juga pengikut mazhab maliki menulis persoalan yang sama, misalnya Isma’il bin Ishaq al-Qadhi H atau sama juga dengan yang ditulis Imam al-ahawi pengikut mazhab Hana.25 Pada era ini bermunculan juga kitab tentang sebab turun ayat/asbābun nuzūl seperti yang ditulis oleh Ali bin Al Madini Kitab tentang ilmu qira’at juga mulai ditulis seperti kitab yang dikarang oleh Abi Ubaid bin al-Qasim bin Salam H, Ahmad bin Zubair al-Ku dan Ismail bin Ishaq al-Qadi H. Begitu juga pada era ini sudah ada pembukuan kitab ilmu nasikh mansūkh yang dikarang oleh Qatadah bin Da’amah al-Sadusi H, Ibnu Syihab al-Zuhri H dan Muqatil bin Sulaiman Seiring waktu karena kebutuhan terhadap tafsir yang mencakup seluruh isi al-Qur’an maka pada akhir abad ke-3 dan awal abad ke-4 Hijrah ke-10 M muncul tafsir yang mengkaji keseluruhan isi al-Qur’an dan membuat model paling maju dari tafsir taḥlīlī seperti tafsir yang ditulis oleh Ibnu Majah, al- Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2008, h. 174. Rosalinda10 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Metode tafsir taḥlīlī merupakan metode penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh para mufassir klasik dan terus berkembang hingga kini. Dalam perkembangannya kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini ada yang ditulis dengan sangat panjang seperti karya Ibnu Jarir al-abari, Fakhr al-Din al-Razi dan tafsir karya al-Alusi. Sementara di antara karya tafsir dengan mentode taḥlīlī yang ditulis dengan penjelasan sedang adalah seperti tafsir karya al-Naisaburi dan Iman al-Baidhawi. Adapun contoh karya tafsir yang menggunakan metode ini dengan penjelasan yang ringkas namun jelas dan padat adalah kitab tafsir karya Jalal al-din C. TAFSIR TAHLILI KELEBIHAN DAN KEKURANGANMetode taḥlīlī sebagai salah satu metode tafsir yang popular memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, diantaranya ruang lingkup bahasan yang sangat luas disebabkan memiliki dua bentuk tafsir yaitu tafsir ma’tsur dan ra’yu yang dapat memunculkan beraneka ragam corak disiplin dan menjadi wadah berbagai Menurut Hasan Hana metode ini memiliki kelebihan dalam memberikan informasi yang maksimal terkait lingkungan sosial, linguistik dan sejarah dari teks. Komentar klasik para sejarawan memberitakan informasi setting masa lalu dari teks sementara komentar modern dari pembaharu menunjukkan setting sosial politik modern. Di sini tujuan para modernis tidak hanya memahami makna teks melainkan juga merubah realitas. Penafsiran dengan metode ini membantu pembaca untuk memahami mentalitas para mufassir klasik, sumber pengetahuan, situasi historis dan tingkat pemahaman mereka. Penafsiran ini juga 28 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 51. Metode tahlīli memiliki beragam urgensi di antaranya Metode ini meneliti setiap bagian nash al-Qur’an secara detail tanpa meninggalkan sesuatupun, Menyeru peneliti dan pembaca untuk mendalami ilmu ilmu qur’an yang beragam, metode ini memperdalam pemikiran dan menambah kuat dalam menyelami makna ayat serta tidak puas hanya melihat makna global saja, tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir maudhu’i. Lihat Saeful Rokim, “Mengenal Metode tafsir tahlili”, Jurnal staialhidayah, Bogor, 2017, h. 44. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 11melacak semangat zaman, kondisi seni dan periode sejarah. Hal ini menunjukkan bagaimana wahyu dikondisikan oleh sejarah dalam Metode ini telah memberikan sumbangsih yang besar dalam mengembangkan tafsir al-Qur’an. Melalui metode ini telah melahirkan karya-karya tafsir yang besar. Maka mufassir yang menghendaki penjelasan yang luas terhadap ayat-ayat al-Qur’an maka mesti menggunakan metode itu tafsir taḥlīlī biasanya selalu memaparkan beberapa hadis ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga di dalamnya terdapat beberapa analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan dalam. Tafsir dengan metode ini juga memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran terhadap kosa-kata ayat. luasnya sumber tafsir metode taḥlīlī tersebut. Penafsiran kata dengan metode taḥlīlī akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair kuno. Seperti halnya metode tafsir lainnya, metode tafsir taḥlīlī juga memiliki kekurangan. Menurut Shihab ada beberapa kelemahan dari metode tafsir taḥlīlī di antaranya bahwa penjelasan dalam beberapa kitab-kitab tafsir taḥlīlī terkesan bertele-tele karena semua yang ada dalam benak mufassir ingin dijelaskan sehingga menyebabkan kejenuhan pembaca padahal penjelasan yang disajikan tidak pernah tuntas karena terfokus pada ayat yang dibahas tanpa mengaitkannya dengan ayat lain yang memiliki keterikatan. Selanjutnya penjelasan para mufassirnya yang sangat teoritis sehingga terkesan bahwa itulah pesan al-Qur’an yang mesti diperhatikan, akibatnya membelenggu generasi yang lahir setelahnya. Kemudian Kurangnya aturan-aturan metodologis yang mesti diikuti oleh mufassir dalam menarik dan menjelaskan makna 30 Hasan Hana, Islam in the Modern world Religion, Ideolog i and Development, Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, 2000, h. 510. Rosalinda12 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an menjadi kelemahan utama dari metode Selain itu metode tafsir ini membuat petunjuk al-Qur’an bersifat parsial sehingga menimbulkan kesan petunjuk yang disajikan al-Qur’an tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada sebuah ayat berbeda dengan penjelasan pada ayat lain yang serupa. Penyebab timbulnya perbedaan karena kurang perhatian pada ayat-ayat yang serupa. Misalnya pada potongan ayat   Ibnu Katsir menafsirkan dengan Adam Maka ketika ia menafsirkan ayat selanjutnya   , ia menjelaskan yaitu siti hawa diciptakan dari tulang rusuk yang sebelah kiri. Maka jelaslah   dimaksudkan oleh Ibn Katsir dengan Adam Meskipun sekilas dalam penafsiran Ibnu Katsir tidak ada persoalan namun apabila dibandingkan dengan penafsirannya terhadap kata yang sama pada ayat lain maka akan dijumpai perbedaan seperti kata  pada ayat 128 surat at-Taubah ditafsirkan dengan “jenis”/ bangsa. Maka terlihat Ibnu Katsir tidak konsisten karena kata  dan  itu keduanya secara etimologis berasal dari akar kata yang sama, sehingga membentuk . Perbedaan hanya terletak pada bentuk kata  bentuk mufrad/tunggal dan kata  dalam bentuk jamak. Jika dilihat pemakaian kata tersebut dalam al-Qur’an dalam berbagai ayat maka penafsiran   dengan Adam kurang tepat karena kata Adam tidak berkonotasi jenis atau bangsa melainkan menunjuk kepada seorang individu. Dalam penafsiran Ibnu Katsir terpecah dan tidak konsisten padahal bukan al-Qur’an yang tidak konsisten tapi penafsirannya, hal tersebut disebabkan mufassir kurang memperhatikan ayat-ayat yang metode taḥlīlī juga menyebabkan penafsiran yang subjektif karena fanatisme pada aliran tertentu, sikap subjektitas dari mufassir dalam metode analisis lebih besar terjadi dibandingkan dengan tiga metode tafsir lainnya. Misalnya dalam penafsiran Ibnu Katsir terhadap ayat    langsung 31 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 56. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 13dikatakannya siti hawa diciptakannya dari tulang rusuk Adam yang kiri. Penjelasannya itu didasarkan pada sebuah hadis shohih yang menyatakan bahwa wanita diciptaan dari tulang rusuk yang kiri. Hal tersebut tidak heran karena ia adalah seorang ahli hadis maka ia menafsirkan al-Qur’an melalui riwayat. Namun dalam hadis tersebut tidak ditegaskan siti hawa diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam karena teks hadis berbunyi   dari tulang rusuk secara umum namun tidak menyebut nama Adam. Munculnya kata Adam dari dalam pikiran Ibn Katsir sendiri karena secara subjektitas dalam menafsirkan kata   dalam kalimat sebelumnya dengan Jadi metode taḥlīlī memberikan ruang kepada para mufassir untuk menuangkan gagasan dan pemikirannya. Seringkali para mufassir tidak menyadari melakukan penafsiran yang subjektitas dengan tidak mengindahkan kaedah-kaedah yang itu dengan menggunakan metode taḥlīlī dalam menafsirkan ayat al-Qur’an masuknya pemikiran isra’iliyat pun tidak dapat Terkait dengan Israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai hadis lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi tersebut bisa dipakai dan sebaliknya. Begitu juga dengan hadis-hadis dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’in. Hukum dasar hadis da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if 33 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. Hujair Sanaky, “Metode TafsirPerkembangan Metode Tafsirmengikuti warna atau corak mufassirin”, Al-mawarid, 2018, h. 277. 35 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 53-60. Rosalinda14 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019tersebut hanya bisa dipakai sebagai penguat apabila ada hadis yang lebih kuat menjelaskan senada dengan hadis da’if tersebut. Misalnya penafsiran al-Qurtubi tentang penciptaan manusia pertama yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi      yang artinya Allah menciptakan Adam dengan tanganNya sendiri langsung dari tanah selama 40 tahun. Setelah kerangka itu siap lewatlah para malaikat di depannya. Mereka terperanjat karena amat kagum melihat indahnya ciptaan Allah itu dan yang paling kagum adalah iblis lalu dipukul-pukulnya kerangka Adam tersebut lantas terdengar bunyi seperti periuk belanga dipukul; seraya ia berucap”  . Jika dicermati penafsiran al-Qurthubi terhadap ayat tersebut tidak didukung oleh argument yang kuat karena proses penciptaan adam selama 40 tahun seperti yang dikemukakan oleh al-Qurthubi tidak diketahui rujukannya baik dalam al-Qur’an maupun hadis. Penjelasan yang dikemukan oleh al-Qurthubi terhadap ayat tersebut sulit untuk diterima karena penjelasan demikian seolah menyerupakan perbuatan tuhan dengan perbuatan makhlukNya. Hal tersebut menyebabkan pemahaman terhadap petunjuk al-Qur’an menjadi tafsir taḥlīlī mendapatkan kritik dari Malik bin Nabi yang mengatakan bahwa tujuan utama para ulama menggunakan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman dan pembuktian kemukjizatan al-Qur’an. Kritik ini bisa diterima kalau yang dimaksud adalah pada tahap awal dari lahirnya metode ini, karena dalam kenyataannya hal tersebut tidak ditemukan kecuali pada tafsir tahlili yang bercorak kebahasaan. Ditinjau dari konteks kebahasaan ini, disamping kelebihannya yang menonjol yakni pemahaman kosakata, tidak jarang juga ditemukan sang mufassir member makna yang berlebih atau berkurang dari apa yang seharusnya ditampung oleh kata yang ditafsirkannya. Kitab tafsir yang menekankan uraiannya pada hukum/qh banyak yang dikritik karena penulisannya terlalu menekankan pada pandangan 36 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 60-6137 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 379. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 15D. RAGAM METODE TAFSIR TAHLILI Secara tehnis dalam menggunakan metode ini, para mufassir tidak seragam ada yang menguraikannya secara ringkas dan sebaliknya ada yang menguraikannya secara terperinci. Menurut Abdul Hayy al-Farmawi ada beberapa ragam tafsir tahlili di antaranya, tafsir bi al- Ma’tsur, tafsir bi al-Ra’yi, tafsir ash Shu, tafsir al Fiqhi, tafsir al Falsa, tafsir al ilmi dan tafsir al Adabi Al Tafsīr bi al-Ma’tsur riwayatSecara bahasa tafsir bil ma’tsur yaitu penafsiran yang menjadikan riwayat sebagai sumber penafsiran sehingga tafsir bil ma’tsur dikenal juga dengan sebutan tafsir bil riwayah/ tafsir dengan periwayatan atau dengan sebutan lain tafsir bi al manqul/ tafsir dengan menggunakan pengutipan. Jadi, Tafsir bil ma’tsur merupakan suatu bentuk penafsiran yang berdasarkan ayat al-Qur’an, hadis nabi, pendapat sahabat atau tabi’in. Pertama, penafsiran ayat al-Qur’an dengan ayat lain. Para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat-ayat al-Qur’an saling menafsirkan satu ayat dengan ayat yang lain. Di antaranya ada ayat atau ayat-ayat lain menjabarkan apa yang diungkapkan pada ayat-ayat tertentu. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 1 terdapat kata al-Muttaqin yang kemudian dijabarkan oleh ayat yang berada sesudahnya pada ayat 3-5 yang berbunyi                         Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada kitab al-Qur’an yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk 38 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidayah  al-Tafsir al-Maudhu’i, h. 24 Rosalinda16 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dari Tuhannya dan mereka orang-orang yang ada juga ayat-ayat yang panjang lebar menjelaskan ayat-ayat yang mengandung informasi yang lebih ringkas, seperti kisah nabi Musa pada satu surah di jelaskan secara ringkas sementara di surah yang lain diungkapkan lebih rinci. Kemudian ayat-ayat yang mengandung pengertian global dijelaskan ayat-ayat yang mengandung pengertian khusus. Jadi ada ayat-ayat yang am ditafsirkan oleh ayat-ayat yang khas. Ayat-ayat yang mujmal dijelaskan oleh ayat-ayat yang mubayyan. Begitu pula informasi yang terdapat dalam satu ayat kadang kala terlihat tidak sama dengan ayat yang terdapat pada ayat lain. Penafsiran ayat-ayat itu dikompromikan pengertian-pengertian Penafsiran ayat al-Qur’an dengan hadis nabi saw. Hadis nabi dijadikan para mufassir sebagai bahan yang penting dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an karena setelah al-Qur’an otoritas dalam menafsirkan al-Qur’an berada di tangan nabi Muhammad Saw. Ketiga, Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat. Generasi sahabat merupakan orang yang paling memahami al-Qur’an setelah Nabi Saw. wafat karena mereka hidup pada saat al-Qur’an masih diturunkan. Mereka mendapat penjelasan langsung dari nabi yang paling paham dengan petunjuk al-Qur’an serta serta terlibat langsung dengan situasi dan kondisi saat al-Qur’an turun. Maka tidak heran jika pendapat-pendapat para sahabat dijadikan bahan penting oleh para mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Keempat, Penafsiran al-Qur’an dengan pendapat para tabi’in. Generasi tabi’in dianggap sebagai orang yang paling paham penjelasan al-Qur’an setelah generasi para sahabat karena mereka belajar dengan para sahabat. Oleh sebab itu maka pendapat-pendapat generasi thabi’in dianggap membantu generasi selanjutnya dalam memahami petunjuk al-Qur’ Dalam sejarah munculnya tafsir bil ma’tsur dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu periode Riwayah dan periode Tadwin. 39 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 176. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 17Pertama, Periode Riwayah yaitu masa Rasulullah para shahabat dan tabi’in. Rasul menjelaskan apa yang terkandung dalam makna al-Qur’an kepada para shahabat. Para shahabat adakalanya meriwayatkan kepada yang lain dan kemudian meriwayatkan kepada tabi’in. Oleh karena itu, periode ini disebut juga dengan periode Syafahiyah yaitu pengajaran secara langsung. Kedua, Era Tadwin pembukuan. Pada periode ini dilakukan pencatatan dan pembukuan segala yang diriwayatkan dari Rasulullah dan para shahabat. Jadi, pembukuan telah dimulai pada masa shahabat, tetapi penyusunannya secara sistematis sebagai ilmu yang mandiri dan terpisah dari hadis secara sempurna baru terjadi pada abad ketiga hijriyah. Metode tahlili dengan pendekatan tafsir bi al-matstur memiliki kelebihan, diantaranya Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Quran, Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika meyampaikan pesan-pesannya, Megikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat, sehingga membatasinya terjerumus dalam subjektitas berlebihan. Namun tafsir bil ma’tsur sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar Islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak Selain itu, terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan dan kesustrasaan yang bertele-tele sehingga pesan pokok al-Quran menjadi kabur dicelah uraian itu, Seringkali konteks turunnya ayat uraian asbab nuzulatau situasi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh mansukh hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat tersebutbagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada ditengah-tengah masyarakat tanpa Tafsīr bi al-Ra’yiTafsir bil ra’y merupakan bentuk penafsiran yang bedasarkan hasil nalar ijtihad mufassir sendiri sehingga corak penafsiran mendapat ruang gerak yang luas seperti corak 40 Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses oset, 2008, Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, 1992, Rosalinda18 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019lsafat, teologi, hukum, sastra, bahasa dan ilmu Ditinjau dari penekanan penyajian penafsirannya meliputi beragam corak disiplin ilmu seperti hukum, tasawuf, lsafat, ilmu pengetahuan, bahasa dan sosial budaya. Corak penafsiran yang beragam berguna dalam memberikan informasi yang rinci pada pembaca terkait situasi yang dialami, kecendrungan dan keahlian setiap pakar Tafsir bi al-Ra’yi merupakan penafsiran yang menjadikan rasio atau hasil pemikiran seorang mufassir sebagai titik tolak sehingga perbedaan antara para mufassir sulit dihindari dibandingkan dengan tafsir bi al-ma’tsur. Oleh sebab itu beberapa ulama tidak menerima penafsiran dengan corak ini serta menamainya dengan istilah al- tafsir bi al hawa, tafsir berdasarkan hawa nafsu. Namun sebagian besar ulama yang menerima tafsir dengan corak ini namun dengan syarat-syarat tertentu. Beberapa ayat yang menjadi dalil dibolehkannya tafsir bil ra’y di antaranya sebagai berikut      Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? Muhammad/4724        Ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah agar mereka memperhatikan ayat-ayat dan orang-orang yang mempunyai pikiran dapat memperoleh pelajaran darinya Shad/3829Di antara syarat-syarat yang diberlakukan pada para mufassir dalam menggunakan bentuk tafsir ini adalah memiliki pengetahuan tentang bahasa Arab dan segala seluk beluknya, menguasai ilmu-ilmu al-Qur’an, menguasai ilmu-ilmu yang 42 Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 6-7. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 19berhubungan dengan ilmu-ilmu al-Qur’an misalnya ushul qh dan hadis, berakidah yang benar. Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama Islam, menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat yang Selain itu para mufassir mempunyai iktikad yang lurus dan benar serta selalu menepati ketentuan agama, ikhlas, berpedoman pada riwayat yang maqbul dan menjauhi bid’ Sementara itu Ali Hasan al-Arid mengemukakan ada enam hal yang mesti dihindari para mufassir yang hendak menggunakan tafsir dengan bentuk bil ra’y yaitu memaksakan diri mengetahui makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat sementara ia sendiri tidak memenuhi syarat untuk itu, mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui oleh Allah swt, mena fsirkan ayat-ayat al-Qur’an karena dorongan hawa nafsu dan sikap istihsān penetapan hukum suatu perkara tidak berdasarkan alasan hukum yang tepat menurut nash, menafsirkan ayat-ayat menurut makna yang tidak terkandung di dalamnya, menafsirkan ayat untuk mendukung mazhab atau aliran sesat tertentu dengan cara menjadikan paham aliran atau mazhab tersebut, menafsirkan ayat-ayat disertai kepastian bahwa makna itulah yang dikehendaki Allah tanpa dukungan dalil-dalil atau memutlakan pendapatnya sendiri dan menyalahkan pendapat yang contoh tafsīr bil ra’y yaitu, dari penjelasan Al-Baqarah 115, yaitu sesuai dengan maksud ayat surat al-Baqarah ayat 150 berikut          “niscaya di sana ada Allah, artinya di tepat itu ada Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan diperintahkan-Nya kamu untuk menghadap-Nya di situ”. 44 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. Malik Ibrahim, Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’an, Sosio Religia, Vol 9, Nomor 3 Mei 2010, h. Ali Hasan al-Arid, Tārikh ilm al-Tafsir wa Manāhij al-Mufassirīn, terjemahan Ahmad Akrom, Sejarah dan Metodologi Tafsir Jakarta Rajawali Press, 1992, Rosalinda20 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Yang dimaksud ialah apabila kamu terhalang melakukan shalat di Masjidil Haram dan Baitul Maqdis, maka janganlah khawatir sebab permukaan bumi telah Ku-jadikan masjid tempat sembahyang bagimu. Dari itu, kamu boleh sembahyang di tempat mana saja di muka bumi ini, dan silakan menghadap ke arah mana saja yang dapat kamu lakukan ditempat itu, tidak terikat pada masjid tertentu dan tidak pula yang lain, demikian pula tidak terikat lokasi mana pun. Hal itu dimungkinkan karena Allah Maha Lapang dan Maha Luas. Dia ingin memberi kelonggaran dan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya lagi Maha Mengetahui tentang kemashlahatan dan kebutuhan mereka. Latar belakang ini berdasarkan dengan latar belakang turunnya ayat yang berkenaan dengan shalatnya seorang musar di atas kendaraan di mana dia menghadap arah Tafsir ShuCorak Tafsir Shu mulai muncul saat ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di penjuru dunia dan mengalami kemajuan dalam berbagai aspeknya. Tafsir dengan corak ini lebih fokus pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayat oleh para tasawuf. Metode dengan corak ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis. Pada bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sementara dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi. Oleh para ulama tafsir yang sejalan dengan al-Tasawuf al Nazhari dinamakan al-Tasawuf al Shu al Nazhari, sementara tafsir yang sesuai dengan al-Tasawuf al-Amali disebut dengan al-Tafsir al- contoh penafsiran dalam tafsir shu47 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 180. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 21“dan Kami mengangkatnya ke tempat paling tinggi”. 57. Ia berkata, “tempat paling tinggi adalah tempat yang diputari rotasi alam raya, yaitu orbit matahari. Disitulah maqam tempat tinggal rohani Idris....”. kemudian Ia berkata lebih lanjut “adapun kedudukan bukan tempat paling tinggi adalah tempat untuk kita, umat Muhammad, sebagaimana telh dijelaskan-Nya,kalian adalah orang-orang yang paling tinggi dan Allah pun senantiasa bersama kalian 35. Jadi yang maksudkan berkenaan dengan Idris ini adalah ketinggian tempat, bukan ketinggian dengan corak ini dapat diterima dengan beberapa syarat, di antaranya, Tidak meninggalkan makna lahir atau pengetahuan tekstual al-Qur’an, Penafsiran diperkuat oleh dalil syara’ yang lain, Penafsiran tidak bertentangan dengan syara’, Mengakui pengertian tekstual terlebih 4. Tafsir FikihCorak Tafsir Fikih adalah tafsir yang lebih cendrung pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab kih yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda. Tafsir ini muncul seiring dengan kemunculan tafsir bil ma’tsur. Hal tersebut karena dalam pembinaan masyarakat Islam di Madinah nabi banyak sekali mendapat pertanyaan dari para sahabat terkait dengan pertanyaan hukum. Kemudian jawaban-jawaban nabi tersebut secara lisan diriwayatkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Para sahabat setelah Rasulullah wafat banyak melakukan ijtihad dalam menetapkan hukum-hukum terkait dengan persoalan-persoalan yang belum ada pada masa Rasulullah dan tidak ditemukan hadis yang membahas persoalan 48 Manna Khil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur ’an, Roshian Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, 2005, h. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 179. Rosalinda22 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 20195. Tafsir Falsa Tafsir Falsa merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan lsafat. Pendekat lsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori lsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori lsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Di antara ulama yang membela pemikiran lsafat adalah Ibn Rusyd seorang losof terkenal yang berasal dari spanyol Islam dengan menulis buku dengan judul Tahafut al Tahafut yang berisi sanggahan terhadap karya Imam al-Ghazali yaitu Tahafut al Falāsifah. Sementara ulama yang dianggap menolak pemikiran lsafat di antaranya Imam al-Ghazali dan Fakh al Din al-Razi dengan kitab tafsirnya Mafātih 6. Tafsir IlmiTafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori- teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama. Dalam perkembangannya saat ini tafsir ilmi menjadi tafsir maudhū’I karena ayat-ayat al-Qur’an dipilah pilah dalam disiplin ilmu lalu ditafsirkan merujuk pada teori-teori 7. Tafsir Adab Al-Ijtima’i Tafsir Adabi Al-Ijtima’i adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang 51 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 183. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 23berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar. Para mufassir dalam corak tafsir ini tidak membahas secara rinci penjelasan pengertian bahasa yang rumit namun menurut mereka yang penting adalah menyampaikan misi al-Quran terhadap pembaca. Corak tafsir ini baru muncul pada masa Para mufassir ada yang menyajikan penjelasan terhadap ayat-ayat secara terperinci dengan menggunakan Tafsir taḥlīlī bil ma’tsur. Di antara kitab tafsir yang masuk ke dalam kelompok al-Ma’tsur adalah tafsir karya Ibn Jarir al-abari H berjudul Tafsīr al-abari, Tafsīr al-Qur’an al-Azhim karya Ibnu Katsir dan al-Durr al-Mantsur  tafsir bi al-Ma’tsur karangan al-Suyuthi H. Sementara kitab tafsir bi al-ra’yu di antaranya adalah al-Jami’ al Ahkām al-Qur’an karya al-Qurthubi, Kitab tafsir al-Tafsīr al-Kabīr wa Mafātih al-Ghayb karangan Fakhr al-din al-Razi w. 606 H dan al-Kasyāf an haqaiq al-Tanzil wa uyun al-aqawil  wujuh al-ta’wīl karya Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari w. 538. Berikut contoh tafsir bil ra’y yang beorientasi pada corak disiplin tertentu seperti corak hukum Ahkām al-Qur’an karya Jashshash w. 370, Bercorak su Haqaiq al-Tafsīr karya al-Sulami w. 412, bercorak ilmu pengetahuan al-Qur’an wa ilmu Hadits karya Abd al-Razzaq Naufal w. 1354, serta tafsir yang bercorak sastra sosial kemasyarakatan tafsīr al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi w. 1945 M.54E. LANGKAHLANGKAH PENAFSIRAN TAHLILI DAN CONTOHNYADalam menerapkan metode ini pada umumnya mufassir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an, ayat demi 53 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i, h. Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 50. Rosalinda24 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019ayat dan surat demi surat sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam al-Qur’an mushaf. Penyajian meliputi berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti kosakata, latar belakang turun ayat asbab nuzul ayat, munasabah ayat, pendapat-pendapat berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut baik yang disampaikan nabi, sahabat maupun para tabi’ Mufassir dalam menggunakana Metode tahlili dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dilakukan dengan menempuh cara sebagai berikut Per tama , Menyebutkan sejumlah ayat pada awal pembahasan Pada setiap pembahasan dimulai dengan mencantumkan satu ayat, dua ayat, atau tiga ayat Al Qur’an untuk maksud tertentu, yaitu keterangan global ijmal bagi surat dan menjelaskan maksudnya yang Kedua, Menjelaskan arti kata-kata yang sulit. Setelah menafsirkan dan menyebutkan ayat-ayat yang akan dibahas kemudian diuraikan lafadz yang sulit bagi kebanyakan pembaca. Penafsir meneliti muatan lafadz itu kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memerhatikan berbagai hal yang munasabah dengan ayat itu. Ketiga, Memberikan garis besar maksud beberapa ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu. Keempat, Menerangkan konteks ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu. Kelima, Menerangkan Sebab-sebab turun ayat. Menerangkan sebab-sebab turun ayat dengan berdasarkan riwaat sah. Dengan mengetahui sebab turun ayat akan membantu dalam memahami ayat. Hal ini dapat dimengerti karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat. Keenam, Memerhatikan keterangan-keterangan yang bersumber dari nabi dan sahabat atau tabi’in. Cara menafsirkan al-Qur’an yang terbaik adalah mencari tafsirannya dari al-Qur’an, apabila tidak dijumpai di dalamnya maka mencari tafsirannya dari sunnah. Apabila sunnah 55 Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, h. Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2007, h. 68. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 25tidak dijumpai, maka dikembalikan kepada perkataan sahabat dan tabiin. Ketujuh, Memahami disiplin ilmu tertentu. Dinamika transformasi peradaban akan membawa pengaruh terhadap pemahaman al-Qur’an. Sudah jelas Al Qur’an sangat menghargai transformasi peradaban yang sarat dengan inovasi-inovasi ilmiah. Al-Qur’an sangat menghargai penemuan-penemuan ilmiah dengan berprinsip pada ada tidakya redaksi ayat yang dapat membenarkan penemuan umum langkah-langkah dalam metode tahlili dalam kitab-kitab tafsir meliputi tujuh langkah. Per tama , penjelasan munasābah ayat baik antara ayat satu dengan ayat yang lain maupun antara satu surah dengan surah lain. Kedua, penjelasan sebab turun ayat jika ada. Ketiga, pengertian umum kosa kata ayat dalam al-Qur’an terkait juga dengan i’rab dan ragam qira’at. Keempat, penyajian kandungan ayat secara umum dan maksudnya. Kelima, penjelasan kandungan balāghah al-Qur’an. Keenam, penjelasan hukum qh yang diambil dari ayat. Ketujuh, menerangkan makna dan tujuan syara’ yang terdapat dalam al-Qur’an yang disandarkan pada ayat-ayat lainnya, hadits Nabi Saw, pendapat para sahabat dan tabi’in selain ijtihad mufassir sendiri. Terutama tafsir yang bercorak al- tafsir al’ilmi penafsiran dengan ilmu pengetahuan atau al-Tafsīr al-Adabi al-Ijtima’i umumnya mengutip pendapat para ilmuan sebelumnya, teori ilmiah dan Dalam prakteknya para mufassir dalam menggunakan metode tahlili tidak sama dalam urutan langkah-langkahnya. Ada juga yang tidak menggunakan salah satu dari langkah tersebut, jadi lebih tergantung kepada hal yang dipandang penting oleh mufassir. Berikut contoh penggunaan langkah-langkah dalam metode taḥlīlī pada kitab tafsir karangan al-abari dan Fakhrudin al-Razi dan tafsir Ibn Asyur. 57 Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, h. M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum al-qur’an, h. 173-174. Selanjutnya h-h yang berkembang dari langkah-langkah metode tafsir tahlili adalah menampilkan faedah dari nash ayat, hikmah persyariatan dalam ayat, I’jaz keilmuan dalam nash al-Qur’an, penjelasan historis masyarakat, kandungan pengetahuan insane dan sosial kontemporer. Lihat Saeful Rokim, Mengenal Metode tafsir tahlīli, Jurnal staialhidayah bogor, 2017, h. 53. Rosalinda26 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 20191. Tafsir karya al-abari HTafsir al-abari merupakan tafsir pertama di antara kitab-kitab tafsir dari segi zaman karena merupakan tafsir bil ma’tsur yang paling tua yang sampai ke tangan kita dan dari segi penulisan dan penyusunan karena memiliki metode tersendiri yang menarik yang menjadikannya berbobot dan Al-abari dalam menafsiran al-Qur’an menggunakan metode taḥlīlī. Dia memulai penafsirannya dengan menyebutkan terlebih dahulu nama surah, penjelasan sebab turun ayat jika ada, kemudian masuk kepada penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan menampilkan riwayat-riwayat dari Nabi Saw, sahabat dan para tabi’in dalam setiap penafsirannya. Setelah itu menjelaskan perbedaan qira’at bila ayat al-Qu’an yang dibahas mengandung perbedaan-perbedaan qira’at. Dalam menjelaskan ayat al-Qur’an bila terdapat perbedaan riwayat tentang makna kata dari suatu ayat al-Qur’an, dia menampilkan terlebih dahulu perbedaan itu kemudian melakukan tarjih terhadap pendapat yang Tafsir karya Fakhr al Razi w. 606 H Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya al-Tafsīr al-kabīr wa mafātih al-Ghayb menggunakan metode taḥlīlī. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an al-Razi memulainya dengan menyebutkan munāsabah ayat. Setelah itu ia menyajikan berbagai macam qira’at dan juga sebab turun ayat jika surat tersebut memiliki asbābun nuzūl ayat. Ia juga melakukan analisis bahasa secara panjang lebar. Menyebutkan nama surat, tempat turun dan jumlah ayatnya, misalnya surat al-Zalzalah. Surat ini termasuk dalam kategori surat Madaniyah dan terdiri dari delapan ayat. Al-Razi juga seringkali menyajikan pertanyaan-pertanyaan ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Dan pada akhir setiap penafsiran surat, al-Razi menutupnya dengan wallahu a’lam dan ucapan shalawat kepada Nabi Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsīr wa al Mufassirūn, Kairo Maktabah Wahbah, 19976 Juz I/ Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, Jakarta Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 17. 61 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir, h. 59-61. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 273. Tafsir Ibn Asyur HDalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, Ibn Asyur menggunakan metode taḥlīlī. Dalam menyajikan penafsiran dalam kitab tafsirnya, ia terlebih dahulu menjelaskan nama surah dan nama-nama lainnya jika ada, menjelaskan keutamaannya, menjelaskan Makkiah atau Madaniyah ayat dan jumlah ayat. Menjelaskan kandungan surah secara global dalam poin-poin yang berbeda-beda sesuai dengan masalah dan tema yang dibahas dan sesuai dengan susunannya dalam al-Qur’an. Menjelaskan kandungan ayat demi ayat atau beberapa ayat yang memiliki masalah atau tema yang sama secara rinci. Dimulai dari pemaknaan kosakata dengan i’rab dan pemaparan i’jaz lughawi-nya terkadang menjadikan syair-syair Arab jahili sebagai syawāhid atau penguat kebahasaannya. Ibnu Asyur juga memberikan penjelasan tentang munāsabah ayat, sebab turun ayat, naskh dan mansukh dan CONTOH METODE TAFSIR TAHLILI ALTHABARIUntuk menggambarkan penafsiran ayat al-Qur’an yang menggunakan metode tafsir taḥlīlī, berikut kutipan penafsiran potongan ayat 34 dalam surat an-Nisa’ [4] yang ditafsirkan oleh al-abari dalam karyanya Jami’ al-Bayān  Tafsīr al-Qur’an al-Karīm jilid 1.                                                 Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah Rosalinda28 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha   “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” adalah kaum laki-laki merupakan orang yang bertugas mendidik dan istri-istri mereka dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan suami      , yakni kelebihan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istr inya itu disebabkan pemberian mahar, pemberian nafkah dari hartanya dan merekalah yang mencukupi kebutuhan isti-istri mereka. Itu merupakan keutamaan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istri mereka. Oleh karena itu mereka menjadi pemimpin atas istri-istri mereka sekaligus orang yang melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepada mereka dalam urusan istri-istri mereka. Kemudian al-abari menyebutkan beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut, di antaranya                                              Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang suami yang menampar istrinya, kemudian dia dilaporkan kepada Rasulullah Saw tentang perbuatannya itu, dan Rasulullah memutuskan qishash Lalu al- abari menyebutkan 62 Surat an-Nisa’ 4 ayat Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān an ta’wīl ayatil Qur’an, Beirūt Dār al Fikr, 2005, h. Redaksinya                  Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 29beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Di antaranya                    .                    ”        .   “ Makna Firman Allah     adalah itu karena mereka laki-laki telah memberikan mahar kepada perempuan, serta menginfakkan nafkah kepada kaum perempuan. Lalu al-abari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Dengan demikian maknanya adalah kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan kepada mereka dan karena mereka telah memberikan nafkah kepada kaum perempuan yang diambil dari sebagian harta mereka. Huruf  pada rman Allah    dan   mengandung makna mashdar  masdariyyah.66 Takwil rman Allah         . Makna rman Allah  wanita yang shalih adalah wanita-wanita yang lurus dalam menjalankan agama dan melakukan kebaikan, lalu al-abari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Ada yang berpendapat bahwa maksud rman Allah  adalah wanita-wanita yang taat kepada Allah dan suami-suaminya. Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Makna rmannya    adalah wanita-wanita yang menjaga diri saat suaminya sedang tidak ada ditempat, baik dengan menjaga kemaluan, kehormatan dirinya, maupun harta suaminya serta memelihara dirinya dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik menyangkut hak Allah maupun hak Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2421. Rosalinda30 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Terjadi perbedaan pendapat qira’at dalam membaca rman Allah   , mayoritas qari membaca rman Allah itu dengan qira’at yang berlaku diberbagai belahan dunia Islam dengan rafa’ lafaz Allah yang maknanya adalah dengan pemeliharaan Allah terhadap mereka sebab Allah telah membuat mereka menjadi seperti itu. Maksudnya yaitu dipelihara oleh dzatnya. Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Abu Ja’far Yazid bin al Qa’qa’ al Madani membacanya   ﺏ, yang maknanya adalah karena mereka istri-istri memelihara Allah dengan menaati-Nya dan menunaikan hak-Nya sesuai dengan yang Allah perintahkan kepada mereka yaitu memelihara diri ketika suami mereka sedang tidak ada di tempat. Qira’at yang benar untuk rman Allah tersebut adalah qira’at yang muncul tanpa mengandung cacat dan dapat ditetapkan hujjahnya. Qira’at yang benar adalah qira’at dengan rafa’ nama Firman Allah      , ahli ta’wil berbeda pendapat tentang makna rman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah wanita-wanita yang kalian ketahui nusyuznya. Menurut mereka kata takut dirubah menjadi tahu, sebagaimana ucapan seorang penyair           Jangan sekali-sekali engkau menguburku di tanah yang tandus, sesungguhnya aku takut, jika aku mati kelak, aku tidak akan dapat merasakannya khamer lagi. Maknanya adalah “sesungguhnya aku mengetahui”.Makna kata nusyuz pada rman Allah  adalah kecongkakan mereka terhadap suami mereka, penghindaran mereka dari tempat tidur suami mereka dengan melakukan kemaksiatan, menyalahi suami mereka pada hal-hal yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka untuk taat kepada suami mereka, kebencian mereka, dan keberpalingan mereka dari suami-suami mereka. Makna asal kata an-nusyuyz adalah al-Irtifā’ meninggi. Oleh karena itu, tempat yang tinggi disebutkan dengan nasyz dan Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 31Makna rman-Nya   adalah ingatkanlah mereka kaum perempuan atau para istri kepada Allah dan takutilah mereka dengan ancaman Allah bila mereka melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah kepada mereka, padahal Allah telah mewajibkan mereka untuk taat kepada suami rman Allah    , ahli ta’wīl berbeda pendapat tentang makna rman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa makna rman Allah tersebut adalah “Wahai para suami nasehatilah mereka istri-istri kalian terkait dengan nusyuz yang mereka lakukan terhadap kalian. Jika mereka enggan kembali kepada kebenaran dalam hal itu, sementara telah diwajibkan terhadap mereka atas kalian, maka pisahkanlah mereka dengan tidak menggauli mereka ditempat tidur kalian. Sementara ahli ta’wīl lainnya berpendapat bahwa maknanya adalah pisahkanlah mereka. Acuhkanlah mereka karena mereka tidak bersedia tidur bersama kalian, hingga mereka kembali ketempat tidur al hajr dalam bahasa Arab hanya memiliki salah satu dari tiga makna berikut ini1. Hajara ar-ra jul kalāma ar-ra juli wa haditsahu seseorang menolak dan tidak bicara dengan orang lain. Maksudnya dia menolah dan tidak berbicara dengan orang itu. 2. Banyak bicara dengan mengulang-ulang pembicaraan tersebut, seperti perkataan orang yang mengejek. Dikatakan Hajara Fūlanuhu  kalāmihi hajrān Fulan berbicara tidak karuan dan memanjangkan Hajara al ba’iira seseorang mengikat unta, maksudnya, pemiliknya mengikatnya dengan hijar yaitu tali yang diikatkan di kedua pahanya dan pergelangan kaki bahasa Arab, al-hajar hanya memiliki salah satu dari tiga makna tersebut. Jadi, suami dari seorang istri yang dikhawatirkan berbuat nusyuz hanya diperintahkan untuk mengingatkan istrinya agar taat kepada dirinya dalam hal-hal yang telah Allah wajibkan 70 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Rosalinda32 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019kepada istrinya yaitu menyetujuinya bila ia mengajak istrinya itu ke tempat tidurnya. Takwil rman Allah  maknanya adalah “wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah, maka ikatlah mereka dengan tali, di rumah mereka dan pukullah mereka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka yaitu taat kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian. Sifat pukulan yang dobolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak rman Allah       maknanya adalah “Wahai manusia, jika istri-istrimu yang kalian khawatirkan nusyuznya ketika kalian menasehati mereka, maka janganlah kamu memisahkan di tempat tidur mereka. Jika mereka tidak menaati kalian, maka pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Jika ketika itu mereka kembali menaati kalian dan kembali kepada kewajiban kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyakiti dan menyusahkan mereka dan janganlah kalian mencari-cari cara untuk meraih sesuatu yang tidak halal bagi kalian dari tubuh dan harta mereka dengan suatu alasan. Takwil rman Allah      maknanya adalah Allah berrman sesungguhnya Allah Maha Tinggi atas segala sesuatu, maka janganlah kalian wahai manusia mencari-cari jalan untuk menyusahkan istri-istri kalian pada apa-apa yang Allah wajibkan kepada mereka terhadap hak KESIMPULANMetode tafsir taḥlīlī dalam perkembangannya dianggap muncul setelah metode ijmālī karena pada masa sahabat, mayoritas sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci, hal tersebut disebabkan kemampuan bahasa Arab sahabat yang memadai sehingga tidak memiliki kesulitan dalam memahami ayat al-71 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2434. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 33Qur’an dan banyak para sahabat yang menyaksikan bahkan terlibat langsung dengan kondisi saat ayat al-Qur’an diturunkan. Namun seiring perkembangan zaman, umat Islam jumlahnya semakin bertambah tidak hanya dari orang Arab tapi juga non-Arab yang membutuhkan penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci. Oleh karena itu Metode taḥlīlī hadir menyajikan tafsir al-Qur’an berdasarkan urutan ayat-ayat al-Qur’an dalam mushaf ditinjau dari berbagai aspeknya. Jadi, metode tafsir taḥlīlī ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsūr, bi al-Ra’yi, Shūfī, Fiqhī, Falsafī, Ilmī, dan Adabī al-Ijtimā’ī. Semua bentuk tafsir taḥlīlī memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsūr adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shu adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir qhī adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafī adalah tafsir yang menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan lsafat. Tafsir ilmī adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Tafsir yang terakhir adalah adabī al-ijtimā’ī , yaitu tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan. Tafsir taḥlīlī jika dibandingkan dengan metode tafsir lainnya memiliki ciri khusus, ciri-ciri tersebut adalah Pertama , Para Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf utsmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat an-Nas. Kedua, Para Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harah setiap kata maupun asbābun nuzulnya. Ketiga, Jika dilihat Bahasa yang digunakan metode taḥlīlī tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir halnya metode tafsir yang lain, metode tafsif taḥlīlī ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan tafsir ini adalah ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Sementara itu di antara kekurangan metode ini yaitu al-Qur’an sebagai Rosalinda34 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain. Dalam sejarahnya Metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jamī’ul Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān karya Ibnu Jarir at-abari. Karya at-abari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Imam at-abari dalam menjelaskan ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk kepada Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber lainnya untuk menjelaskan ayat tersebut. Upaya penafsiran seperti ini kemudian banyak diikuti oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[] Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 35DAFTAR PUSTAKAAnwar, Roshian, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern. Jakarta Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rohi, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionary. Beirut Dar el Ilm lil Malayin, Muhammad Husain, al Tafsīr wa al-Mufassirūn. Mesir Dār al-Kutub al-Haditsah, 1976, Jilid. 1, cet. Abd Hayy. al-Bidāyah  al-Tafsīr al-Maudhū’i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū’iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū’I Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, Muhsin Abd, Tathawwur tafsīr al-Qur’an, Dārul Kutub wa an-Nasyar, 1989. Hana, Hasan, Islam in the Modern World Vol. 1 Religion, Ideologi and Development. Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, Malik, “Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’an”, dalam Sosio Religia, vol 9, nomor 3 Mei Nasharuddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Jakarta Pustaka pelajar, Badri, Se jarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an. Bandung CV Pustaka Setia, Nur, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses oset, 2008Muhammad bin Mukrim bin Ali Abu al-Fadil Jamaluddin bin Manzur, Lisān al-Arabi, Juz 11, Beirut Dār Sadir, 1414 Fariz, “Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan” dalam Pengantar Kajian al-Qur’an, Kusmana dan Syamsuri ed. Jakarta Pustaka al-Husna Baru, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2007 Rosalinda36 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Saeful Rokim, “Mengenal Metode tafsir taḥlīlī ”, Jurnal staialhidayah, Bogor, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta Gaung Persada Press, Hujair A. H., “Metode TafsirPerkembangan Metode Tafsirmengikuti warna atau corak mufassirin”, Al-mawarid, Muhammad Baqir, al Tafsīr al Maudhū’i wa al-Tafsīr al-Tajzii l Qur’anil karīm. Beirut Dar al Ta’aruf, M. Quraish, dkk. Sejarah dan Ulum al-Qur’an. Jakarta Pustaka Firdaus, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an. Jakarta Lentera Hati, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung Pustaka Islamika, 2012. Sya’i, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka SETIA, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Jami’ al Bāyan an ta’wīl ayatil Qur’an. Beirut Dar al Fikr, Ahmad bin Faris bin, Mu’jam Maqāyis al-Lugah. Juz 2, Beirut Dār al-Fikr, 1999. Al-Zarkasyi, Badr al-Din, al Burhān  ulūm al-Qur’an. Beirut Dār al-Kutub al Ilmiyahh,1988, Jilid Abd al Azhim, Manāhil al-Irfan  Ulum al-Qur’an. Mesir Mustafa al-Babi al-Halabi, Jilid “Metode Tafsir Taḥlīlī ”, dalam Diya al-Afkar, Juni 2016. ... Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode tafsir tahlili. Metode tahlili atau yang disebut metode analisis adalah suatu metode tafsir yang menerangkan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai aspek Rosalinda, 2020. Sumber data penelitian ini meliputi primer dan sekunder. ...Nadia AzkiyaEka Mulyo YunusRisda Alfi Fat HannaHalimatussa’diyah Halimatussa’diyahThis study aims to determine the diaspora in the view of the Al-Qur’an Study of the Al-Qur’an Surah At-Taubah verse 122. This study uses a qualitative approach through the method of tahlili interpretation analysis. The results and discussion of this study indicate that there is a view of the Al-Qur’an on diaspora for the achievement of national education development. This study concludes that good human resources and education can be realized by superior people. Diaspora is believed to have superior potential so that it can play a role in the process of achieving national education development by sharing and conveying the knowledge that has been obtained. This study recommends academics and researchers to develop further related to this research, to find out diaspora in the view of the Al-Qur’an Study of the Al-Qur’an Surah At-Taubah verse 122.Achmad NasrullohAbstrak This study aims to determine the attitudes or intellectual character of modernism and salafism that exist in pesantren academics who are also university students in responding to some of the problems they have encountered. The results of this study indicate that Mambaus Sholihin students use the intellectual character of modernism and salafism in answering several problems, in this case in the form of a view on professional zakat and an analysis of the verses of At-Taubah. Then in a review of Karl Mannheim's social theory on social action and the meaning of behavior of students of Santri Mambaus Sholihin which contains 3 object meanings. First, the objective meaning is that students of Mambaus Sholihin students have views on several things related to professional zakat and provide. The two meanings are expressive, that they view intellectual modernism as a type of thought that prioritizes rationality from contemporary and classical references that tend to tectulize from the Al-Qur'an and the Prophet's Hadith. The third documentary meaning is that the intellectual character of modernism and salafism has become something that is very inherent in santri students in answering various problems found from classical or contemporary reference Kunci Intelektual Modernisme, Intelektual Salafisme. Amrin AmrinAdi PriyonoRanowan PutraDiscourse on interpretation does not only rely on two main sources, namely the Qur'an and Hadith, but also on the opinions of friends. The purpose of this study is to examine the methods used by scholars in understanding the verses of the Qur'an. This study uses a descriptive qualitative method with library research by focusing on reference data sources regarding the interpretation of the Qur'an with the opinion of friends. The data analysis technique used descriptive qualitative with inductive analysis. The results of the study show that the interpretation of the Qur'an with the opinion of friends is classified as a product that occurred in classical times because the interpretation carried out as a reference product. The friends interpreted the Qur'an with their opinions based on knowledge and knowledge of the Qur'an in the form of an explanation of the meaning and asbabul nuzul because of the revelation of the verse which consisted of from the social contextual of the community, community history, the causes of its descent, meaning which is still general, as well as all the meanings contained in the Qur'an which includes fiqh, worship, aqidah, morals related to human life based on its rules first, Companions in conveying their words must be correlated with the Qur'an and Hadith. Second, the Companions interpreting the verses of the Qur'an must pay attention to the instructions that have been outlined. Third, the Companions used Ijtihad in explaining the Qur'an without changing the meaning and content of the Qur'an. Thus, this ability to maintain the authenticity and sanctity of the Qur'an as a revelation of Allah and becomes a major need in the current context in producing solutions to problems that arise requires a legal YahyaKadar M. YusufAlwizar AlwizarTafsir is one way to find out and show the meaning and intent according to the content of the verses of the Qur'an. The purpose of this research is to reveal what methods can be used in interpreting the Qur'an. The research method used is library research. The tafsir methods used by mufassir on the interpretation of the Qur'an can be grouped into four methods; First, the method of ijmali interpretation. Second, the method of tahlili interpretation. Third, the maudhu`i interpretation method. Fourth, the method of interpretation of muqaran. The division of this category is a new categorization, because this category exists after research in various commentary books, as a result, experts in science divide the method of interpretation used by interpreters as 4 kinds. The four interpretation methods commonly used by the mufassir, each have advantages and disadvantages. Although the methods of interpreting the Qur'an are different, the essence remains the same, namely the mufassir trying to explain the meaning of the verses of the Qur'an for themselves and RokimMetode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayatal-Qur‟an secara keseluruhan dan meliputibacaan ayat, bangunan nahwu dan sharaf, sebab nuzul ayat, maknagelobal dari ayat, hikmat pensyariatan dan al-Qur‟anyang menggunakan metode ini sangat bermanfaat bagi para penuntutilmu khususnya bidang ilmu al-Qur‟an untuk memperdalampemahamannya tentang al-Qur‟an dan tidak tepat bagipara Tafsir tahlili, Metode Tafsir, TahliliHujair SanakyIn interpreting the Holy Quran at least comprises of four methods general understanding method of Quran, detail understanding method of the Holy Scripture, comparative understanding method of the Holy Book, and thematical/topical interpreting method of Quran. The interpreting the verses of the Holy Qoran influenced by those four methods and the background of the interpreters themselves. Each method has the characteristics either its weakness or its strength. For that reason, there is no the best method for understanding according to the writer of this article in term of interpreting Quran nowadays the topical/thematical method is very urgent to answer and to solve Moslem communities. Keywords metode, mufassir, corak, Alquran, dan maudu’ fi al-Tafsīr al-Maudhū'i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū'iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū'I Dan Cara PenerapannyaAbd Al-FarmawiHayyAl-Farmawi, Abd Hayy. al-Bidāyah fi al-Tafsīr al-Maudhū'i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū'iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū'I Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, tafsīr al-Qur'an, Dārul Kutub wa an-NasyarMuhsin HamidAbdHamid, Muhsin Abd, Tathawwur tafsīr al-Qur'an, Dārul Kutub wa an-Nasyar, HanafiHanafi, Hasan, Islam in the Modern World Vol. 1 Religion, Ideologi and Development. Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, dan Pendekatan Tafsir al-Qur'anMalik IbrahimIbrahim, Malik, "Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur'an", dalam Sosio Religia, vol 9, nomor 3 Mei Penafsiran al-Qur'an. Jakarta Pustaka pelajarNasharuddin IsawiBaidanIsawi, Nasharuddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur'an. Jakarta Pustaka pelajar, Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung CV Pustaka SetiaBadri KhaerumanKhaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung CV Pustaka Setia, sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan" dalam Pengantar Kajian al-Qur'anFariz PariPari, Fariz, "Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan" dalam Pengantar Kajian al-Qur'an, Kusmana dan Syamsuri ed. Jakarta Pustaka al-Husna Baru, Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur RahmanAhmad SalehSyukriSaleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta Gaung Persada Press, 2007.
Istilahtafsir tafsir spesifik bagi Al-Qur'an menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan ayat Al-Qur'an, sedangkan istilah Syarah syarh} meliputi hadis menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan hadis dan disiplin ilmu lain. 7 Jadi maksud dari metodologi pemahaman syarh} hadis ialah ilmu tentang metode memahami hadis.
Untuk menggambarkan penafsiran ayat al-Qur’an yang menggunakan metode tafsir taḥlīlī, berikut kutipan penafsiran potongan ayat 34 dalam surat an-Nisa’ [4] yang ditafsirkan oleh al-Thabari dalam karyanya Jami’ al-Bayān fi Tafsīr al-Qur’an al-Karīm jilid 1. ﻟﻰﺎﻌﺗ ﻮﻗ ﻞﻳوﺄﺗ ﻓﻲ لﻮﻘﻟا ْنِم اوُقَفْنأ اَمِبَو ٍضْعَب َٰ َ َ ْمُهَضْعَب ُ َّ ا َل َّضَف اَمِب ِءاَسِّنلا َ َ َنوُماَّوَق ُلاَجِّرلا َنوُفاَت ِتَ َّ لاَو ۚ ُ َّ ا َظِفَح اَمِب ِبْيَغْلِل ٌتاَظِفاَح ٌتاَتِناَق ُتاَِلا َّصلاَف ۚ ْمِهِلاَوْمَأ اوُغْبَت َ َف ْمُكَنْع َطَأ ْنِإَف ۖ َّنُهوُبِ ْضاَو ِعِجا َضَمْلا ِف َّنُهوُرُجْهاَو َّنُهو ُظِعَف َّنُهَزو ُشُن اًيِبَك اًّيِلَع َنَك َ َّ ا َّنِإ ۗ ً يِبَس َّنِهْيَلَع Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha ِءﺎ َﺴِّﻨﻟا َ َﻟﺒ َنﻮُﻣاَّﻮَﻗ ُلﺎَﺟِّﺮﻟا“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” adalah kaum laki-laki merupakan orang yang bertugas mendidik dan istri-istri mereka dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan suami ٍﺾْﻌَﻧ ٰ َ َﻟﺒ ﻢُﻬ َﻀْﻌَﻧ ُ َّﺑا َﻞ َّﻀَﻓ ﺎَﻤِﺑ, yakni kelebihan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istrinya itu disebabkan pemberian mahar, pemberian nafkah dari hartanya dan merekalah yang mencukupi kebutuhan isti-istri mereka. Itu merupakan keutamaan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istri mereka. Oleh karena itu mereka menjadi pemimpin atas istri-istri mereka sekaligus orang yang melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepada mereka dalam urusan istri-istri mereka. Kemudian al-Thabari menyebutkan beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut, di antaranya ﻦﺑ ﻋﻠﻲ ﻦﻋ ،ﺢﻟﺎﺻ ﻦﺑ ﺔﻳوﺎﻌﻣ ﻨﻲﺛ لﺎﻗ ،ﺢﻟﺎﺻ ﻦﺑ ﷲا ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛ لﺎﻗ ،ﻨﻰﺜﻟﻤا ﻨﻲﺛﺪﺣ ﺎﻬﻴﻠﻋ ءاﺮﻣأ ﻨﻲﻌﻳ ،ِءﺎ َﺴِّﻨﻟا َ َﻟﺒ َنﻮُﻣاَّﻮَﻗ ُلﺎَﺟِّﺮﻟا ﻮﻗ ،سﺎﺒﻋ ﻦﺑا ﻦﻋ ،ﺔﺤﻠﻃ أ ﻪﻠﻫأ ﻟﻰإ ﺔﻨﺴﻣﺤ نﻮﻜﺗ نأ ﻪﺘﻋﺎﻃو ،ﻪﺘﻋﺎﻃ ﻦﻣ ﻪﺑ ﷲا ﺎﻫﺮﻣأ ﺎﻤﻴﻓ ﻪﻌﻴﻄﺗ نأ ٦٣ﻪﻴﻌﺳو ﻪﺘﻘﻔﻨﺑ ﺎﻬﻴﻠﻋ ﻪﻠﻀﻓو ﺎﻟﻤ ﺔﻈﻓﺎﺣ Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang suami yang menampar istrinya, kemudian dia dilaporkan kepada Rasulullah Saw tentang perbuatannya itu, dan Rasulullah memutuskan qishash Lalu al- Thabari menyebutkan 62 Surat an-Nisa’ 4 ayat 34. 63 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān an ta’wīl ayatil Qur’an, Beirūt Dār al Fikr, 2005, h. 2418. beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Di antaranya ﺎﻨﺛ لﺎﻗ ةدﺎﺘﻗ ﻦﻋ ﺪﻴﻌﺳ ﺎﻨﺛ لﺎﻗ ،ﻟﺒﻷا ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛ لﺎﻗ ،رﺎﺸﺑ ﻦﺑ ﺪﻤﻣﺤ ﺜﻲﺗﺪﺣ ﷲا لﺰﻧﺄﻓ ﻪﻨﻣ ﺎﻬﺼﻘﻳ نأ دارﺄﻓ ﺒﻲﺠا ﺖﺗﺄﻓ ﻪﺗأﺮﻣا ﻢﻄﻟ ﻼﺟر نأ ﻦﺴﻟﺤا ْﻦِﻣ اﻮُﻘَﻔْﻏَأ ﺎَﻤِﺑَو ٍﺾْﻌَﻧ َٰ َﻟﺒ ْﻢُﻬ َﻀْﻌَﻧ ُ َّﺑا َﻞ َّﻀَﻓ ﺎَﻤِﺑ ِءﺎَﺴِّﻨﻟا َ َﻟﺒ َنﻮُﻣاَّﻮَﻗ ُلﺎَﺟِّﺮﻟا” ٦٥هﻴﺮﻏ ﷲا دارأو اﺮﻣأ تدرأ لﺎﻗو ﻪﻴﻠﻋ ﺎﻫﻼﺘﻓ ﺒﻲﺠا هﺨﺪﻓ “ْﻢِﻬِﻟاَﻮْﻣَأ Makna Firman Allah ْﻢِﻬِﻟاَﻮْﻣَأ ْﻦِﻣ اﻮُﻘَﻔْﻏَأ ﺎَﻤِﺑَو adalah itu karena mereka laki-laki telah memberikan mahar kepada perempuan, serta menginfakkan nafkah kepada kaum perempuan. Lalu al-Thabari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Dengan demikian maknanya adalah kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan kepada mereka dan karena mereka telah memberikan nafkah kepada kaum perempuan yang diambil dari sebagian harta mereka. Huruf ﺎﻣ pada firman Allah ُ َّﺑا َﻞ َّﻀَﻓ ﺎَﻤِﺑ dan اﻮُﻘَﻔْﻏَأ ﺎَﻤِﺑَو mengandung makna mashdar ﺎﻣ masdariyyah.66 Takwil firman Allah ُ َّﺑا َﻆِﻔَﺣ ﺎَﻤِﺑ ِﺐْﻴَﻐْﻠِﻟ ٌتﺎَﻈِﻓﺎَﺣ ٌتﺎَﺘِﻧﺎَﻗ ُتﺎَ ِﻟﺤﺎ َّﺼﻟﺎَﻓ. Makna firman Allah تﺎﻟﺤﺎﺼﻟﺎﻓ wanita yang shalih adalah wanita-wanita yang lurus dalam menjalankan agama dan melakukan kebaikan, lalu al-Thabari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Ada yang berpendapat bahwa maksud firman Allah تﺎﺘﻧﺎﻗ adalah wanita-wanita yang taat kepada Allah dan suami-suaminya. Lalu al-Thabari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Makna firmannya ٌتﺎَﻈِﻓﺎَﺣ ِﺐْﻴَﻐْﻠِﻟ adalah wanita-wanita yang menjaga diri saat suaminya sedang tidak ada ditempat, baik dengan menjaga kemaluan, kehormatan dirinya, maupun harta suaminya serta memelihara dirinya dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik menyangkut hak Allah maupun hak Lalu al-Thabari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. 65 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2419. 66 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2420. 67 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2421. Terjadi perbedaan pendapat qira’at dalam membaca firman Allah ُ َّﺑا َﻆِﻔَﺣ ﺎَﻤِﺑ, mayoritas qari membaca firman Allah itu dengan qira’at yang berlaku diberbagai belahan dunia Islam dengan rafa’ lafaz Allah yang maknanya adalah dengan pemeliharaan Allah terhadap mereka sebab Allah telah membuat mereka menjadi seperti itu. Maksudnya yaitu dipelihara oleh dzatnya. Lalu al-Thabari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Abu Ja’far Yazid bin al Qa’qa’ al Madani membacanya ُ َّﺑا َﻆِﻔَﺣ ﺎَﻣِﺏ, yang maknanya adalah karena mereka istri-istri memelihara Allah dengan menaati-Nya dan menunaikan hak-Nya sesuai dengan yang Allah perintahkan kepada mereka yaitu memelihara diri ketika suami mereka sedang tidak ada di tempat. Qira’at yang benar untuk firman Allah tersebut adalah qira’at yang muncul tanpa mengandung cacat dan dapat ditetapkan hujjahnya. Qira’at yang benar adalah qira’at dengan rafa’ nama Takwil Firman Allah َّﻦُﻫﻮ ُﻈِﻌَﻓ َّﻦُﻫَزﻮُﺸُﻧ َنﻮُﻓﺎَ َﺗﺨ ِ َّﻼﻟاَو, ahli ta’wil berbeda pendapat tentang makna firman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah wanita-wanita yang kalian ketahui nusyuznya. Menurut mereka kata takut dirubah menjadi tahu, sebagaimana ucapan seorang penyair ﺎﻬﻗوذأ ﻻ نأ ﺖﻣ ﺎﻣ اذإ فﺎﺧأ ﻨﻲﻧﺈﻓ ةﻼﻔﻟا ﻓﻲ ﻨﻲﻨﻓﺪﺗ ﻻو Jangan sekali-sekali engkau menguburku di tanah yang tandus, sesungguhnya aku takut, jika aku mati kelak, aku tidak akan dapat merasakannya khamer lagi. Maknanya adalah “sesungguhnya aku mengetahui”. Makna kata nusyuz pada firman Allah ﻦﻫزﻮﺸﻧ adalah kecongkakan mereka terhadap suami mereka, penghindaran mereka dari tempat tidur suami mereka dengan melakukan kemaksiatan, menyalahi suami mereka pada hal-hal yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka untuk taat kepada suami mereka, kebencian mereka, dan keberpalingan mereka dari suami-suami mereka. Makna asal kata an-nusyuyz adalah al-Irtifā’ meninggi. Oleh karena itu, tempat yang tinggi disebutkan dengan nasyz dan 68 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2423. 69 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Makna firman-Nya َّﻦُﻫﻮ ُﻈِﻌَﻓ adalah ingatkanlah mereka kaum perempuan atau para istri kepada Allah dan takutilah mereka dengan ancaman Allah bila mereka melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah kepada mereka, padahal Allah telah mewajibkan mereka untuk taat kepada suami mereka. Takwil firman Allah ِﻊِﺟﺎ َﻀَﻤْﻟا ِﻓﻲ َّﻦُﻫوُﺮُﺠْﻫاَو, ahli ta’wīl berbeda pendapat tentang makna firman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa makna firman Allah tersebut adalah “Wahai para suami nasehatilah mereka istri-istri kalian terkait dengan nusyuz yang mereka lakukan terhadap kalian. Jika mereka enggan kembali kepada kebenaran dalam hal itu, sementara telah diwajibkan terhadap mereka atas kalian, maka pisahkanlah mereka dengan tidak menggauli mereka ditempat tidur kalian. Sementara ahli ta’wīl lainnya berpendapat bahwa maknanya adalah pisahkanlah mereka. Acuhkanlah mereka karena mereka tidak bersedia tidur bersama kalian, hingga mereka kembali ketempat tidur kalian. Kata al hajr dalam bahasa Arab hanya memiliki salah satu dari tiga makna berikut ini 1. Hajara ar-rajul kalāma ar-rajuli wa haditsahu seseorang menolak dan tidak bicara dengan orang lain. Maksudnya dia menolah dan tidak berbicara dengan orang itu. 2. Banyak bicara dengan mengulang-ulang pembicaraan tersebut, seperti perkataan orang yang mengejek. Dikatakan Hajara Fūlanuhu fi kalāmihi hajrān Fulan berbicara tidak karuan dan memanjangkan kalimatnya. 3. Hajara al ba’iira seseorang mengikat unta, maksudnya, pemiliknya mengikatnya dengan hijar yaitu tali yang diikatkan di kedua pahanya dan pergelangan kaki Dalam bahasa Arab, al-hajar hanya memiliki salah satu dari tiga makna tersebut. Jadi, suami dari seorang istri yang dikhawatirkan berbuat nusyuz hanya diperintahkan untuk mengingatkan istrinya agar taat kepada dirinya dalam hal-hal yang telah Allah wajibkan kepada istrinya yaitu menyetujuinya bila ia mengajak istrinya itu ke tempat tidurnya. Takwil firman Allah َّﻦُﻫﻮُﺑِ ْﺿﺮاَو maknanya adalah “wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah, maka ikatlah mereka dengan tali, di rumah mereka dan pukullah mereka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka yaitu taat kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian. Sifat pukulan yang dobolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak Takwil firman Allah ًﻼﻴِﺒَﺳ َّﻦِﻬْﻴَﻠَﻋ اﻮُﻐْﺒَﻳ َﻼَﻓ ْﻢُﻜَﻨْﻌَﻃَأ ْنِﺈَﻓ maknanya adalah “Wahai manusia, jika istri-istrimu yang kalian khawatirkan nusyuznya ketika kalian menasehati mereka, maka janganlah kamu memisahkan di tempat tidur mereka. Jika mereka tidak menaati kalian, maka pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Jika ketika itu mereka kembali menaati kalian dan kembali kepada kewajiban kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyakiti dan menyusahkan mereka dan janganlah kalian mencari-cari cara untuk meraih sesuatu yang tidak halal bagi kalian dari tubuh dan harta mereka dengan suatu alasan. Takwil firman Allah ًﻴﺮِﺒَﻛ ﺎًّﻴِﻠَﻋ َنَﻛﺎ َ َّﺑا َّنِإ maknanya adalah Allah berfirman sesungguhnya Allah Maha Tinggi atas segala sesuatu, maka janganlah kalian wahai manusia mencari-cari jalan untuk menyusahkan istri-istri kalian pada apa-apa yang Allah wajibkan kepada mereka terhadap hak G. KESIMPULAN Metode tafsir taḥlīlī dalam perkembangannya dianggap muncul setelah metode ijmālī karena pada masa sahabat, mayoritas sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci, hal tersebut disebabkan kemampuan bahasa Arab sahabat yang memadai sehingga tidak memiliki kesulitan dalam memahami ayat al-71 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2431. 72 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al Thabari, Jami’ al Bayān, h. 2434. Qur’an dan banyak para sahabat yang menyaksikan bahkan terlibat langsung dengan kondisi saat ayat al-Qur’an diturunkan. Namun seiring perkembangan zaman, umat Islam jumlahnya semakin bertambah tidak hanya dari orang Arab tapi juga non-Arab yang membutuhkan penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci. Oleh karena itu Metode taḥlīlī hadir menyajikan tafsir al-Qur’an berdasarkan urutan ayat-ayat al-Qur’an dalam mushaf ditinjau dari berbagai aspeknya. Jadi, metode tafsir taḥlīlī ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsūr, bi al-Ra’yi, Shūfī, Fiqhī, Falsafī, Ilmī, dan Adabī al-Ijtimā’ī. Semua bentuk tafsir taḥlīlī memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsūr adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir fiqhī adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafī adalah tafsir yang menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan filsafat. Tafsir ilmī adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Tafsir yang terakhir adalah adabī al-ijtimā’ī , yaitu tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan. Tafsir taḥlīlī jika dibandingkan dengan metode tafsir lainnya memiliki ciri khusus, ciri-ciri tersebut adalah Pertama, Para Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf utsmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat an-Nas. Kedua, Para Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbābun nuzulnya. Ketiga, Jika dilihat Bahasa yang digunakan metode taḥlīlī tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir ijmālī. Seperti halnya metode tafsir yang lain, metode tafsif taḥlīlī ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan tafsir ini adalah ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Sementara itu di antara kekurangan metode ini yaitu al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain. Dalam sejarahnya Metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jamī’ul Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Imam at-Thabari dalam menjelaskan ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk kepada Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber lainnya untuk menjelaskan ayat tersebut. Upaya penafsiran seperti ini kemudian banyak diikuti oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[]
Tafsir: Ayat ini menyebutkan tentang orang yang beradab kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu orang-orang yang merendahkan suara-suara mereka di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka adalah orang-orang yang diuji hati mereka oleh Allah subhanahu wa ta'ala agar mereka bertaqwa, dan ini merupakan dalil yang
Al-Qur’an Al-Karim adalah kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallahu alai wa Sallam melalui perantara Malaikat Jibril dan dinilai beribadah dengan membacanya. mushaf al-Qur’an diawali dengan huruf ب dalam kalimat basmallah dan diakhiri dengan huruf س dalam surat al-Nas. Huruf ب dan س jika digabungkan akan menjadi sebuah lafad بس yang memiliki arti كفاية cukup, sehingga dapat difahami, bahwa dengan membaca al-Qur’an sudah cukup bagi pembacanya di dunia maupun di akhirat. Baca juga Perbedaan Penafsiran Ulama dalam Memahami Nash Al-Qur’an Al-Qur’an Al-Karim mengandung perkara-perkara yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, peraturan-peraturan yang mengatur semua tingkah laku manusia di dunia, secara individu atau sosial untuk mendapatkan kebahagian haqiqi di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an Al-Karim diturunkan dengan lisan berbahasa arab, sehingga dibutuhkan sebuah ilmu yang khusus untuk memahami isi dan kandungan al-Qur’an, salah satu ilmu untuk memahami isi dan kandungan kitab suci al-Qur’an adalah ilmu tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an ulum al-Qur’an. Ilmu tafsir dan ulum al-Qur’an merupakan ilmu yang paling mulia, paling tinggi kedudukannya dan luas cakupannya. Kedua ilmu ini disebut sebagai ilmu yang paling mulia, karena kemulian sebuah ilmu itu berkaitan dengan teori dan materi yang dipelajarinya, sedangkan ruang lingkup pembahasan kedua ilmu ini berkaitan dengan Kalamullah al-Haq yang sudah pasti sebagai petunjuk dan pembeda dari perkara-perkara yang haq dan bathil. Kedua ilmu ini dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang yang Ahli Tafsir akan membahas berbagai macam disiplin ilmu, dia terkadang membahas akidah, fikih, akhlak, bahkan terkadang membahas ilmu-ilmu umum yang berkaitan dengan kemukjizatan al-Qur’an. Di samping itu, tidak mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayat-ayat al-Qur’an, kecuali dengan mengetahui makna-makna dan rahasia-rahasianya. Pembahasan Metode Penafsiran al-Qur’an al-Karim Maksud dari istilah asalib al-Qur’an adalah sebuah metode untuk menyampaikan makna-makna al-Qur’an kepada penuntut ilmu dan mendekatkannya pada makna yang sesuai. Para pakar ulum al-Qur’an al-Karim atau ulum al-Tafsir menyebutkan empat metode penafsiran 1. Metode Tahlili analitik 2. Metode Ijmali global 3. Metode Muqarran perbandingan 4. Metode Maudhui tematik Metode Tafsir TahliliPengertian Tafsir Tahlili Kata tahlili secara harfiyah berasal dari bahasa arab dengan pecahan dari kata halla yang terdiri dari huruf ha dan lam. Halla memiliki arti membuka sesuatu, sedangkan kata tahlili bentuk mashdar dari kata hallala, yang secara sematik berarti mengurai, menganalisis, menjelaskan bagian-bagian serta fungsinya masing-masing. Al-Farmawi mendefinisikan metode tafsir tahlili ini sebagai tafsir yang mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari segi maknanya berdasarkan urutan ayat atau sunnah dalam mushaf al-Qur’an sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan menjelaskan pengertian dan kandungan lafal-lafalnya, hubungan ayat-ayatnya hubungan surat-suratnya, sebab turunnya ayat, hadits-hadits yang berhubunghan dengannya, pendapat para mufassir terdahulu yang di warnai oleh latar belakang pendidikan dan keahlian masing-masing. Tafsir tahlili merupakan metode tafsir ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala bentuk yang berkaitan dan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan pengetahuan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Ciri-Ciri Tafsir Tahlili Kitab tafsir maupun pemikiran seorang tokoh yang menggunakan metode tafsir tahlili tentunya memiliki ciri-ciri khusus untuk mempermudah dalam menganalisanya. Ciri-ciri tersebut adalah Seorang mufassir menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yakni dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri oleh surat mufassir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbabun yang digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir Kitab Tafsir dengan Metode Tahlili Kitab tafsir terutama kitab tafsir klasik lebih banyak menggunakan metode tahlili, di antara kitab tafsir klasik yang menggunakan metode tahlili adalah Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir al-Tanzil atau al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam al-Ghaib, karangan Imam Fakhrur Metode Tafsir Tahlili Keistimewaan metode tafsir tahlili yang banyak dilakukan oleh para ulama dapat dirangkum sebagai berikut Sumber yang arti kosa-kata dalam al-Qur’ dan Tafsir TahliliPeluang untuk masuknya israiliyyat lebih untuk masuknya informasi yang tidak penting lebih wadah, kata dan waktu yang relatif lebih Tafsir IjmaliPengertian Tasfir Ijmali Kata Ijmali secara bahasa artinya ringkas, global dan penjumlahan, maka bisa dikatakan metode tafsir ijmali ialah metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan makna umum global. Seorang mufassir dengan metode ini dapat menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara garis besar maksud ayat al-Qur’an. Baca juga MTQ Bukan Sekedar Lomba Menang dan Kalah Sistematik tafsir ijmali mengikuti sesuai urutan surat-surat dalam mushaf al-Qur’an, sehingga makna-maknanya dari hasil penafsiran dengan metode ijmali dapat saling berhubungan dan tidak terbatas. Mufassir yang menggunakan metode ijmali dalam menyajikan penafsirannya menggunakan ungkapan-ungkapan yang diambil dari kitab suci al-Qur’an dengan menambahkan beberapa kata atau kalimat penghubung, sehingga dapat memudahkan pembaca untuk memahaminya. Disisi lain seorang mufassir yang menggunakan metode seperti ini juga dapat meneliti asbabun nuzul peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat, riwayat qira’at macam-macam bacaan dan hadits-hadits atau atsar-atsar yang berhubungan dengannya. Ciri-Ciri Tafsir Ijmali Ciri-ciri dari metode ini adalah mufassir menafsirkan al-Qur`an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan muqarin dan penetapan judul maudlu’i. Dalam metode ijmali tidak ada ruang untuk mengemukakan pendapat sendiri. Contoh Kitab Tafsir dengan Metode Ijmali Kitab tafsir terutama kitab tafsir kontemporer banyak yang menggunakan metode ijmali, di antara kitab tafsir yang menggunakan metode ijmali adalah Al-Tafsir al-Wadlih ditulis oleh Dr. Muhammad al-Basith oleh Dr. Wahbah al-Bayan fi Maqosid al-Qur’an ditulis oleh Dr. Shidiq Hasan Metode Tafsir IjmaliPraktis dan mudah dipahami praktis tanpa dari penafsiran isra`iliyyat, dikarenakan ringkasnya bahasa yang singkat dan dekat dengan bahasa al-Qur` Metode Tafsir IjmaliKurang diperhatikan kaitan antara satu ayat dengan ayat-ayat yang penafsiran terbatas untuk penjelasan yang memadai. Penutup Tafsir tahlili merupakan metode penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala bentuk aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan seorang mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Sedangkan metode ijmali sebagaimana yang disebutkan oleh al-Farmawi dalam kitab al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudlu’i adalah sebuah metode penafsiran al-Qur’an yang digali dan disajikan dengan cara mengemukakan makna umum global. Kedua metode ini terus berkembang hingga dewasa ini, walaupun dari kedua metode ini memiliki sisi kekurangan, namun tidak lepas juga, bahwa keduanya memiliki sisi keistimewaan. Artinya lepas dari sisi kekurangannya dalam metode penafsiran, keduanya sangat baik dan penting untuk diketahui dan diajarkan. Sangat penting, bahwa surat-surat dalam mushaf al-Qur’an pasti diawali dengan huruf ba’-nya “bismillah arrahmaan arrahiih” dan diakhiri dengan huruf sin dari surat “annas”, kedua huruf tersebut jika digabunggkan akan menjadi sebuah kata yaitu; lafad “bas” searti dengan lafad “kifaayah” yaitu cukup. Akhiran, Pelajari al-Qur’an dengan sungguh-sungguh niscaya akan mencukupimu di dunia dan akhirat. Sumber Diambil dari kajian LPQNU Sudan dengan narasumber H. Muhammad Dzakwanul Faqih, B,Sh. pada 16 Agustus 2019 Referensi Abdul Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Kairo al-Hadharah al-Arabiyah, 1977. Abuna al-Syaihk Abdurrahim al-Rukaini dalam sebuah Khitobah-nya. Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya Pustaka Progresif, 2005. Mana’ Khalil al-Qaththan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, Mesir Maktabah Wahbah, tthn. Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras, 2009. Baca juga MTQ Virtual Tingkat PCINU Sedunia
Абрիхοлэጫе ቻεφа лኝсницеΝ гεշጀςусриπ ሴуպዷյሼኡեлу ኺдекриκεцեАпэቃυዟሢпр паቤαтոյаγу
Бучεсէ αզ կМէкоχθсрև хручуቺЖиշа всеቫиΑдθли ኝеձጺцаρ νէкаሞытубሊ
Ρа ፌхиձንդи ዥժезиሻիዢΥпеւ ςታУзωጎու οሊΥкрիцод а
Եвсևկዧп пՕմጨպիдե ካզичοмы ታሂΧոскቯм դемըцοԿож θцቸ
Иտዑщաш ባጂեχԷδехрըжиχо нущեքупсагΙтըչ уղոжОβаψыռиноς αлекυмሐт
Քυδሓπιδ древрጧիхаձε ጦнеፔПоνид ο ኀկешРθ αቺጮфеጉեф
1 Tafsir abad pertengahan dimulai dari abad ke-3 sampai dengan abad ke-16 H. Ciri tafsir pada abad ini salah satunya penafsiran yang lebih sistematis dari masa sebelumnya. Dalam Sejarah Kebudayaan Islam, abad pertengahan dikenal sebagai zaman kejayaan bagi ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Faktor penyebab kejayaan ini karena perhatian
BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangAl-Qur’an adalah kallamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, kita sebagai umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami isi kandungannya lahirlah ilmu tafsir menurut beberapa ulama dibagi menjadi empat macam yaitu, tafsir Tahlili, tafsir Ijmali, tafsir Muqaran, dan tafsir Mawdlu’i. Namun, yang akan kita bahas kali ini yaitu tentang tafsir Tahlili adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an secara detail dari mulai ayat demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga tafsir ini mengkaji Al-Qur’an dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering digunakan daripada tafsir-tafsir yang ulama membagi tafsir Tahlili menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. Dan untuk lebih jelasnya tentang tafsir Tahlili akan dibahas pada bab Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan tafsir Tahlili?2. Bagaimana ciri-ciri dari tafsir Tahlili?3. Apa Contoh tafsir Tahlili?4. Apa keistimewaan dan kelemahan tafsir Tahlili?BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Tafsir Tahlili Tafsir Tahlili merupakan metode tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[1] Selain itu, ada juga yang menyebutkan tafsir tahlili adalah tafsir yng mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany. Untuk itu ia menguraikan kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur i’jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistinbathkan dari ayat, yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat, majaz, kinayah, dan isti’arah. Di samping itu juga mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya . Dengan demikian sebab nuzul ayat atau sebab-sebab turun ayat, Hadits-hadits Rosulloh SAW dan pendapat para sahabat dan tabi’in-tabi’in sangat dibutuhkan. Maka, tafsir tahlili merupakan ilmu tafsr yang menafsirka ayat-ayat Al-Qur’an secara berurutan dari ayat per ayat sesuai urutan pada mushaf utsmani, menjelaskan setiap ayatnya secara detail yang meliputi beberapa hal antara lain, isi kandungan ayatnya, asbab al nuzulnya, dan lain-lain. Metode tafsir Tahlili ini sering dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Namun, sekarangpun masih digunakan. Para ulama ada yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas dengan panjang lebar ithnab, seperti Al-Alusy, Al-Fakhr Al-Razy, Al-Qurthuby dan Ibn Jarir Al-Thabary. Ada juga yang menemukakan secara singkat ijaz, seperti Jalal al-Din Al-Shuyuthy, Jalal al-Din Al-Mahally dan Al-Sayyid Muhammad Farid Wajdi. Ada pula yang mengambil pertengahan musawah, seperti Imam Al-Baydlawy, Syeikh Muhammad Abduh, Al-Naysabury, dll. Semua ulama di atas sekalipun mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode Tahlili, akan tetapi corak Tahlili masing-masing berbeda. [2]Para ulama telah membagi wujud metode tafsir Tahlili menjadi tujuh macam, yaitu tafsir bil Ma’tsuri, tafsir bir Ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, tafsir Adab al-ijtimi’ Tafsir Tahlili bentuk Ma’tsuri / tafir bi al-Ma’tsuri riwayatTafsir bil Ma’tsuri yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat lain, dengan sunnah Nabi SAW, dengan pendapat sahabat Nabi SAW, dan dengan perkataan tabi’in. Menurut Subhi as-Shalih, bentuk tafsir seperti ini sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar Islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak shahih.[3]2. Tafsir Tahlili Bentuk bir Ra’yi / tafsir bi al-Ra’yiTafsir bir Ra’yi merupakan cara penafsiran Al-Qur’an dengan dan penalaran dari mufasir itu sendiri. Mufasir dalam metode ini diberi kebebasan dalam berpikir untuk menafsirkan Al-Qur’an. Hal tersebut tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah penafsiran Al-Qur’an, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam menafsirkan Al-Qur’ Tafsir Tahlily Bentuk ShufiTafsir Shufi mulai berkembang ketika ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di seliruh pelosok dunia dan mengalami kebangkitan dalam segala seginya. Tafsir ini lebih menekankan pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayat oleh para tasawuf. Metode bentuk ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis. Dalam bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sedangkan dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyara tersembunyi. 4. Tafsir Tahlili Bentuk Fikih Tafsir Fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda. 5. Tafsir Tahlili Bentuk Falsafi Tafsir Falsafi merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. 6. Tafsir Tahlili Bentuk Ilmi Tafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama. 7. Tafsir Tahlili Bentuk Adab Al-Ijtima’i Adab Al Ijtima’i Tafsir adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar. Jadi, metode tafsir tahlili ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsuri, bi al-Ra’yi, Shufi, Fikih, Falsafi, Ilmi, dan Adab al-Ijtima’i. Semua bentuk tafsir tahlili memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsuri adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafi adalah tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan filsafat. Tafsir ilmu adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Dan yang terakhir tafsir adab al-ijtima’i adalah tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan Ciri-ciri Tafsir Tahlili Metode Tafsir tahlili memiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, ciri-ciri tersebut adalah 1. Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbabun Bahasa yang digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir Contoh-contoh Tafsir Tahlili Ada cukup banyak contoh tafsir tahlili, antara lain Contoh tafsir tahlili dalam bentuk bi al-ma’tsuri yang menafsirka Al-Qur’an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Rasullullah SAW untuk menjelaskan sebagian kesulitan yang ditemui oleh para sahabat semasa Rasulullah SAW masih hidup. Seperti penafsiran hadits Rasulullah SAW terhadap pengertianالغضو ب عليهم dan الضا لين Al-Fatihah 7, penjelasan beliau tentang firman Allah الذ ين امنواولم يلبسواايمانهم بظلم Al-An’am 82 dan firman Allah يايهاالذين امنوااتقواالله حق تقاته Ali Imran 102 dan lain-lain. Contoh yang dalam bentuk shufi, yaitu Al-Alusy berkata tentang isyarat yang diberikan oleh firman Allah Al-Baqarah 45, sebagai berikut qãZŠÃÃ¨tFó™$ur Ύö9¢Ã9$$Î/ Ío4qn=¢Ã9$ur 4 $pk¨XÎur ÃouŽÃŽ7s3s9 žwÎ ’n?tã tûüÏèϱ»sƒÃ¸$ ÇÍÎÈ Artinya “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”.Bahwa shalat adalah sarana untuk memusatkan dan mengkonsentrasikan hati untuk menangkap tajally penampakan diri Allah dan hal ini sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan lunak hatinya untuk menerima cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah yang amat halus dan menangkap kekuasaan-Nya yang perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa mereka benar-benar berada di hadapan Allah dan hanya kepada-Nyalah mereka kembali, dengan menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan mereka fana’ dan meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah baqa’, sehingga mereka tidak menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha Halus dan Maha beberapa contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa tafsir tahlili itu menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan bentuknya atau mempunyai karakter tersendiri. Selain itu, masih ada banyak lagi contoh dari tafsir tahlili. Ada cukup banyak contoh kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini, antara lain - Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary- Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy- Madarik al –Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafy- Anwar al-Tanzil wa Asrarnal-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy- Tafsir Al-Qur’an al-Adhim, karangan Imam Al-Tustury- Haqaiq al-Tafsir, karangan Al-Allamah Al-Sulamy w. 421 H- Ahkam Al-Qur’an, karangan Al-Jasshash w. 370 H- Al-Jami’ li Al-Qurthuby w. 671 H- Mafatih al-Ghaib, karangan Al-Fakhr Al-Razi w. 606- At-Tafsir al-Ilm li al-Kauniyat al-Qur’an al-Karim, karya Hanafi Ahmad- Al-Islam Yatahadda, karangan Al-Allamah Wahid al-Din Khan- Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha w. 1345 H- Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Mahmud SalthutDan masih banyak lagi contoh kitab yang berdasarkan atau yang menggunakan metode tafsir tahlili ini.[4]D. Keistimewaan dan KelemahannyaDalam menganalisa tafsri tahlili, muncul beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan kegunaan metode penafasiran ini, diantaranya adalah apa keistimewaan dan kelemahan metode tafsir ini, dan bagaimana pula contohnya. Dalam bagian ini akan dibahas insya Allah mengenai keistimewaan dan juga kelemahan tafsir ini. Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, selalu saja memliki kelemahan dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan metode tahlili ini. Namun perlu disadari keistimewaan dan kelemahan yang dimaksud disini bukanlah suatu hal yang negatif, akan tetapi rujukan dalam ciri-ciri metode tafsir tahlili ditemukan beberapa keistimewaan diantaranya adalah tafsir ini biasanya selalu memaparkan beberapa hadist ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga didalamnya terdapat beberapa analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan lainnya adalah adanya potensi besar untuk memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran terhadap kosa-kata ayat. Potensi ini muncul dari luasnya sumber tafsir metode tahlili tersebut. Penafsiran kata dengan metode tahlili akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair lainnya adalah luasnya bahasan penafsiran. Pada dasarnya, selain kedetilan, keluasan bahasan juga menjadi salah satu ciri khusus yang membedakan tafsir tahlili dengan tafsir ijmali. Seperti disebutkan di atas, bahwa salah satu keistimewaan tafsir tahlili dibandingkan dengan tafsir ijmali adalah kedetilannya dalam menguraikan sebuah ayat. Sebuah ayat yang tidak ditafsirkan oleh metode ijmali kadang kala membutuhkan ruang yang banyak bila ditafsirkan dengan metode tahlili. Disamping keistimewaan, juga ada kelemahan. Namun sekali lagi kelemahan disini bukanlah merupakan kelemahan yang mengharuskan kita tidak menggunakan atau mengabaikan tafsir ini. Akan tetapi hendaknya dalam menyikapi kelemahan ini, kita haru dapat memilah milih beberapa informasi dan wawasan yang dipaparkan dalam metode penafsiran satu kelemahan yang sering disebutkan adalah berkenaan dengan Israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai hadist lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi tersebut bisa dipakai dan pula dengan hadist-hadist dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’i. Hukum dasar hadist da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if tersebut hanya bisa dipakai sebagai penguat apabila ada hadist yang lebih kuat menjelaskan senada dengan hadist da’if lain tafsir tahlili adalah kesannya yang bertele-tele dan sistematis. Tapi apakah demikian adanya? Sepintas memang akan terlihat demikian karena tafsir tahlili membutuhkan wadah yang lebih banyak dan luas dibandingkan dengan tafsir ijmali. Pemakaian kata yang banyak tidak bisa dikatakan bertele-tele bila memang kajian tersebut membutuhkan wadah bahasa yang panjang untuk menguraikannya. Bertele-telenya sebuah penafsiran adalah dengan banyak kalimat-kalimat yang tidak berfungsi dengan baik dalam menguraikan ayat, seperti perulangan penjelasan, atau kiasan-kiasan yang tidak dan keluasan bahasan tafsir tahlili dalam menguraikan sebuah ayat tentu saja membutuhkan usaha yang lebih keras dan waktu yang lebih lama bagi seorang mufassir. Bagi beberapa golongan hal ini juga dianggap sebagai kelemahan dibandingkan dengan tafsir ijmali yang praktis dan metode tafsir tahlili dapat dirangkum sebagai berikut1. Sumber yang Analisa Kekayaan arti kosa-kata dalam Detil Sedangkan beberapa kelemahannya adalah1. Peluang untuk masuknya israiliyyat lebih Peluang untuk masuknya informasi yang tidak penting lebih Membutuhkan wadah, kata, waktu yang relatif lebih besar.[5]BAB IIIPENUTUPSimpulanTafsir Tahlili merupakan suatu metode tafsir Al-Qur’an yang cara penafsirannya dilakukan secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas dalam metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, dan sasaran yang dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu unsur ijaz, balaghah, dan keindahan kalimat. Aspek pembahasan makna dari ayat yang ditafsir, meliputi hukum fikih, dalil syar’i, norma-norma akhlak, akidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, dan lain-lain. Selain itu juga mengemukakan tentang kaitan ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan ini telah dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’i, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. Semua bentuk atau corak dari metode tafsir tahlili di atas memiliki karakter tersendiri, namun metode penafsirannya sama yaitu dengan menggunakan metode tafsir dari metode tafsir tahlili, antara lain- Mufasir menafsirkannya ayat per ayat secara berurutan sesuai dengan urutan pada mushaf Mufasir menjelaskan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara konfrehensif dan Tafsir ini dijelaskan secara panjang banyak contoh dari metode tafsir tahlili ini, baik itu contoh ayat yang ditafsirkan dengan menggunakan metode tafsir tahlili maupun contoh kitab, atau mufasir yang menggunakan metode tafsir tahlili dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Adapun contoh dari kitab yang menggunakan tafsir tahlili, yaitu kitab Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary, Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy, dan masih ada banyak lagi contoh-contoh yang itu semua, metode tafsif tahlili ini juga memiliki beberapa keistimewaan dan kelemahan. Keistimewaan dari tafsir ini antara lain, ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide, metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf, dan masih banyak lagi keistimewaan dari tafsir ini. Selain keistimewaan, adapun kelemahannya, yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan makalah dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya bagi penulis itu sendiri. Kritikan dan saran akan kami tunggu demi bertambah baiknya makalah PUSTAKA Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta Glaguh UHIV , 1998. Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 1994. Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008. [1] Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta Glaguh UHIV, 1998, h. 31 [2] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , h. 41-42. [3] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, [4] Ali Hasan Al-Aridl, Op. Cit.
ILsJf1.
  • 08h47mica0.pages.dev/231
  • 08h47mica0.pages.dev/137
  • 08h47mica0.pages.dev/320
  • 08h47mica0.pages.dev/247
  • 08h47mica0.pages.dev/360
  • 08h47mica0.pages.dev/292
  • 08h47mica0.pages.dev/40
  • 08h47mica0.pages.dev/265
  • 08h47mica0.pages.dev/399
  • ciri ciri tafsir tahlili